Nelayan dan Kapal Penjaga China Diprediksi Akan Terus Berdatangan di Laut Natuna Utara
"Di sanalah problem antara Indonesia–China mulai muncul: salah satu garis putus-putus tersebut berada di wilayah ZEE Indonesia di dekat kepulauan Natuna,” papar Johanes Herlijanto.
Indonesia, kata dia, sebenarnya telah berupaya meminta klarifikasi dari China. Namun, seperti yang pernah dikemukakan Diplomat senior Profesor Hasjim Dajalal, China hanya mengatakan Natuna adalah milik Indonesia. China tidak memiliki tumpang tindih wilayah dengan Indonesia.
Akan tetapi, lanjut Johanes, sikap China di lapangan justru jauh berbeda, seperti masuknya kapal-kapan nelayan dari sana ke Natuna.
"Intevensi kapal penjaga pantai China di wilayah ZEE Indonesia telah terjadi, bahkan di 2010 dan 2013, meski pemerintah saat itu memilih untuk menyelesaikan permasalahan secara diam-diam, sehingga tidak menjadi perbincangan khalayak ramai,” tuturnya.
Namun, sejak 2016, rangkaian insiden yang menimbulkan ketegangan antara kedua negara terus meningkat sehingga menjadi sorotan dan menimbulkan keresahan baik di kalangan elite maupun masyarakat.
Apalagi, kata dia, pada 2016, ada tiga insiden, sedangkan dalam 3 tahun terakhir ini, yakni pada 2019, 2020, 2021, dan bahkan 2022 ini berbagai peristiwa yang memperuncing ketegangan terkait perairan Natuna kembali terjadi.
Johanes beranggapan bahwa China akan tetap melakukan aksi-aksi yang melibatkan kapal penjaga pantai dan kelompok-kelompok nelayannya di sekitar perairan Natuna Utara untuk mempertahankan klaim mereka atas wilayah yang ditandai dengan garis putus-putusnya di wilayah ZEE Indonesia.
"Ini karena berbeda dengan pada masa lampau, China kini mengakui secara jelas bahwa meski tidak memiliki sengketa wilayah kedaulatan. China memiliki tumpang tindih dengan Indonesia dalam hak-hak kelautan dan kepentingan lainnya di perairan yang kini bernama Laut Natuna Utara itu," jelasnya.