Nyanyian Eni Saragih Bisa Merembet ke Urusan Pilpres
jpnn.com, JAKARTA - Kasus dugaan suap pembangunan proyek PLTU Riau 1 yang bisa menyeret Partai Golkar sebagai tersangka bisa berbuntut panjang.
Sebab, selain terancam dipidana sesuai ketentuan undang-undang pemberantasan korupsi, partai politik (parpol) berlambang pohon beringin itu dapat pula dibubarkan sebagai hukuman tambahan.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, jika pembubaran Partai Golkar dilakukan, tentu akan berdampak pada gelaran pilpres 2019 mendatang. Sebab, partai yang kini diketuai Airlangga Hartarto itu menjadi pendukung salah satu bakal calon presiden (bacapres).
Namun, hal itu berlaku bila dakwaan dan putusan berkekuatan hukum tetap diputuskan sebelum pilpres.
”Dukungan Partai Golkar terhadap calon presiden tertentu berpotensi menjadi invalid. Disebut berpotensi karena pembubaran suatu partai politik harus diajukan lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Erwin saat dihubungi Jawa Pos.
Pembubaran parpol memang harus melewati sejumlah tahapan. Sesuai Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, kewenangan pembubaran parpol merupakan salah satu tugas MK.
Artinya, tanpa putusan MK, parpol tertentu tidak bisa dibubarkan meski diputus bersalah melakukan tindak pidana oleh pengadilan tingkat pertama.
”MK mengafirmasi putusan pengadilan pidana,” terang Erwin. Nah, bila semua tahapan itu selesai dilakukan sebelum pemilu, secara otomatis dukungan politik Partai Golkar dan posisinya sebagai peserta pemilu menjadi tidak sah. ”Pada intinya, legalitas itu bertolak ukur prospektif bukan retroaktif,” imbuh pria berkacamata ini.