Nyanyian Eni Saragih Bisa Merembet ke Urusan Pilpres
Pakar hukum Asep Iwan Iriawan mengakui awalnya memang agak susah menjerat partai politik sebagai korporasi. Namun, setelah keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi, Asep memastikan penerapan pidana korporasi terhadap parpol bisa diterapkan.
”Dulu memang susah menjerat korporasi, maka keluarlah perma yang dibikin oleh penegak hukum,” ujarnya kepada Jawa Pos. Nah, sekarang tinggal penegak hukum yang mesti konsisten dengan perma itu.
”Apa artinya regulasi kalau tidak ada implementasi, yang dibutuhkan adalah konsistensi,” papar mantan hakim tersebut.
Sebelumnya diberitakan langkah KPK membongkar dugaan rasuah pembangunan proyek PLTU Riau 1 kian memanas. Sebab, dugaan keterlibatan Partai Golkar terus ditelusuri KPK. Bahkan, lembaga antirasuah tersebut menyatakan tengah mengkaji penerapan tindak pidana korporasi guna menyeret partai berlambang pohon beringin itu dalam pusaran suap PLTU Riau 1.
Rencana pengkajian itu merupakan buntut “nyanyian” Eni Maulani Saragih yang mengaku diperintah partai untuk mengawal proyek PLTU Riau 1. Serta penetapan tersangka mantan Menteri Sosial Idrus Marham. Kedua tersangka itu merupakan kader Partai Golkar.
Sejauh ini, KPK belum pernah menerapkan tindak pidana korporasi untuk partai politik. Seluruh tersangka korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka selama ini merupakan perusahaan. Diantaranya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati terkait dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Sebelumnya, KPK juga pernah menetapkan PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk sebagai tersangka dugaan rasuah pembangunan Rumah Sakit (RS) Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010. (tyo)