Patut Diduga Ada Agenda Merusak Citra Kapolri Jenderal Idham Azis
Menurut Petrus, hal itu karena oknum aparat itu merasa bahwa mereka tidak akan lebih hebat dari yang lain, kalau belum melakukan kekerasan fisik secara brutal di luar tugas-tugas pokok Satuan Sabhara.
“Ini adalah tindakan memproduksi keonaran untuk menciptakan krisis kepercayaan publik kepada Pemerintah di tengah pemerintah sibuk melawan pandemi COVID-19. Ini merupakan potret buram Polisi kita, karena mempertontonkan perilaku brutal untuk hal-hal sepele tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Petrus.
“Peristiwa ini tidak sekadar "tindak kriminal", tetapi patut diduga ada agenda untuk merusak citra Kapolri Jenderal Idham Azis dan Presiden Jokowi di tengah kesibukan Presiden menghadapi lawan politik yang menunggangi isu COVID-19,” kata Petrus.
Petrus menilai tampaknya ada yang salah dengan perilaku aparat Polisi di NTT dan di tempat-tempat lain, seperti ada yang sedang "menggunting dalam lipatan" dengan tujuan merusak citra Pemerintah di saat Pemerintah belum selesai menghadapi pendemi COVID-19.
“Kini muncul perilaku brutal aparat Sabhara menjadi momok yang lebih berbahaya dari COVID-19,” ujar mantan Komisioner KPKPN ini.
Petrus juga mengkritik pernyataan Kapolres Sikka AKBP Sajimin bahwa Marianus diduga dalam keadaan mabuk sehingga diamankan oleh aparatnya.
Pernyataan tersebut, menurut Petrus, membodohi publik, karena sesungguhnya Kapolres Sikka melalui oknum aparatnya sedang memproduksi kekerasan fisik, yang masuk kategori "tindak kriminal" dan mengganggu ketertiban dan keamanan nasional.
“Ini jelas sikap yang tidak profesional dan mencoreng program Kapolri tentang Polisi PROMOTER (profesional, modern, dan tepercaya, red) karena AKBP Sajimin justru membolehkan tindakan brutal anak buahnya dan memupuk sikap brutal anak buahnya atas nama diamankan. Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok yang sedang tidak suka kepada kepemimpinan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis,” ujar Petrus.(fri/jpnn)