Pemberontakan Si Patai, Bandit Revolusioner Padang Kota
Ketentuannya meliputi hoofd belasting (pajak kepala), inkomsten belasting (pajak pemasukan suatu barang/cukai), hedendisten (pajak rodi), landrente (pajak tanah), wins belasting (pajak kemenangan/keuntungan), meubels belasting (pajak rumah tangga), slach belasting (pajak penyembelihan), tabak belasting (pajak tembakau), adat huizen belasting (pajak rumah adat).
Kebijakan baru ini dilawan oleh urang awak. Nagari Air Bangih, Painan, Padang Panjang mengeluarkan resolusi penentangan. Luhak Agam tidak memenuhi undangan kepala laras saat sosialisasi. Ada juga yang berunjuk rasa ke kantor asisten residen di Bukittinggi. Dalam aksinya demonstran merobek blanko pembayaran belasting.
Karena Belanda memaksakan kehendaknya, 15 Juni meletus perang Kamang. Esok harinya, Pasukan 17 pimpinan Mande Siti menyerbu tangsi Belanda di Manggopoh. Di Lubuk Alung, pasukan berjubah putih bertempur habis-habisan dengan sandi perang “Allahu akbar!!!”.
Di sekitar pusat kota Padang, pemberontakan dipimpin oleh Si Patai, dari kalangan dunia hitam.
Mula-mula Si Patai memimpin gerombolannya membuat onar di Pauh. Beberapa pegawai pemerintah dibunuh. Saat hendak menyerbu pusat kota Padang, mereka dihadang dan berhasil dihalau tentara kumpeni.
“Perang belasting hanyalah momentum yang dimanfaatkannya (Si Patai--red) saja dalam upaya menggulingkan pemerintahan,” tulis Rusli Amran, pendiri dan pemimpin redaksi Harian Berita Indonesia, koran pertama yang terbit di zaman Indonesia merdeka.
Walaupun meletus secara simultan di mana-mana, perang belasting tidak terpusat. Tidak terkoordinasi dengan baik. Sehingga mudah saja dipadamkan.
Sempat buron, Si Patai berhasil diringkus Belanda. Tiga tahun lamanya dia mendekam di hotel prodeo.