Pemerintah Larang Penggunaan AGP pada Ternak
Menanggapi adanya isu kenaikan harga pakan yang terjadi saat ini karena adanya pelarangan penggunaan AGP dari pemerintah, Sri Widayati menyampaikan bahwa kenaikan harga lebih disebabkan adanya dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan kenaikan harga beberapa bahan pakan impor seperti bungkil kedelai (soybean meal) dan tepung tulang/daging (meat bone meal).
“Jadi tidak ada kaitannya dengan adanya pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promotors (AGP),” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan dalam formulasi pakan, penggunaan bahan pakan lokal masih mendominasi sekitar 65 persen dalam bentuk jagung, dedak, Crude Palm Oil (CPO) dan lain-lain. Sisanya sekitar 35% masih belum dapat diproduksi di Indonesia karena terkendala efisiensi dalam produksi seperti bungkil kedelai, tepung tulang/daging dan premiks. Sebagai gambaran porsi penggunaan bungkil kedelai sebesar 23 persen dan tepung tulang/daging sebesar 7 persen.
Sebagai ilustrasi, harga rata-rata bungkil kedelai tahun 2017 sebesar 390 USD/MT dan rata-rata harga tahun 2018 (sampai dengan Mei) sebesar 422 USD/MT atau naik sebesar 8,20 persen.
Sedangkan berdasarkan konfirmasi dari Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) kenaikan harga pakan hanya sekitar 2-3 persen. Hal ini terjadi karena ketatnya persaingan antar produsen dan masih adanya stok bahan pakan di produsen.
“Dalam industri peternakan, salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penggunaan AGP yaitu dengan menerapkan praktik-praktik manajemen yang baik, sebagai aktifitas pencegahan untuk mengurangi risiko penyakit infeksi,” kata Sri Widayati.
“Selain memperbaiki manajemen pemeliharaan, peternak juga perlu menerapkan prinsip-prinsip animal welfare, biosecurity dan treacibility”, pungkasnya.(jpnn)