Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Pemimpin Tak Beretika Melepaskan Binatang Buas untuk Bangsa Sendiri

Sabtu, 10 Februari 2024 – 13:34 WIB
Pemimpin Tak Beretika Melepaskan Binatang Buas untuk Bangsa Sendiri - JPNN.COM
Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas mengatakan pelemahan demokrasi seolah dilakukan secara terencana oleh para elite politik yang berkuasa, khususnya oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

"Saya sepakat saat ini ada problem etika di negara kita secara khusus di Pemilu 2024, terutama sejak adanya putusan MK yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto," ujar Sirojudin Abbas dalam Webinar Nasional kolaborasi Moya Institute dan Nusantara 2045 dengan tema "Pilpres Indonesia: Di Tengah Kemelut Etika dan Hukum?" pada Jumat (9/2).

Melihat kondisi demokrasi Indonesia saat ini, Sirojudin menjadi ingat kalimat filsuf Albert Camus (1913-1960), yang mengatakan bahwa seorang pemimpin tanpa etika itu sama saja seperti melepaskan binatang buas ke rakyatnya.

"Kita lihat kini keputusan penguasa tak lagi mengindahkan etika, bak melepas binatang buas. Saya sangat khawatir, pelanggaran etik MK dan KPU, yang lalu ini disetujui presiden. Jika itu benar, maka kita sebetulnya sedang melepaskan binatang buas untuk memangsa bangsa sendiri," jelas Sirojudin.

Dia menambahkan jika itu dilakukan, maka yang muncul adalah kekacauan, kebinasaan, dan kerusakan luar biasa. "Oleh karena itu, kalau kita belajar dari Camus, kita bisa prediksi risiko paling buruk, yaitu memunculkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan rakyat, tentu saja presiden bisa keluarkan dekrit bahwa pemilu itu sah, tapi bagaimana mungkin Jokowi dan MK nanti memuaskan masyarakat yang dari awal sudah melihat kecurangan dan pelanggaran etika yang dilakukan secara berturut turut?".

Menurut Sirojudin, ada risiko hasil pemilu tidak diterima masyarakat dalam waktu atau tempo yang sulit diprediksi.

Secara sosial, lanjut Sirojudin, problem ini masih ada di tataran elite. Gerakan guru besar di universitas-universitas akhir-akhir ini menjadi bukti, seakan ada konsensus di kaum terdidik atau cendekiawan bahwa Indonesia dalam masa bahaya, karena Jokowi melanggar konstitusi dengan mengusung putranya sebagai cawapres.

Sirojudin menambahkan, masyarakat terbuai oleh kebaikan Presiden Jokowi lewat bansos, sehingga mayoritas masyarakat pun masih puas dengan kinerja sang presiden.

Gerakan guru besar di universitas-universitas akhir-akhir ini menjadi bukti Indonesia sedang krisis etika.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News