Pengamat: KPPU Harus Berhati Hati dalam Kasus Persaingan Usaha
Sejauh perusahaan lain punya akses di luar distributor subtansial, tidak masalah, tambahnya. Karena antara perusahaan dalam mengembangkan bisnisnya ada kontrak subtansial untuk mengoptimalkan bisnis mereka.
"Saat ini kan sudah lumrah perusahaan manufaktur melakukan perjanjian eksklusif dengan distributornya. Di mana produk yang mereka jual harus sesuai dengan perjanjian tidak boleh menjual produk lain.”
“Misal, Honda dengan dealer atau distributornya yang memang hanya boleh menjual motor Honda. Tidak ada yang dirugikan karena mereka melakukan perjanjian eksklusif dengan dealer Honda sendiri. Sementara merek lainnya silakan menjual di delaer lain dan melakukan perjanjian yang sama," terangnya.
Hal ini pula yang terjadi pada PT Tirta Investama (Aqua) yang melakukan kerja sama dengan salah satu distributornya. Ine menilai langkah tersebut wajar karena memang terkait dengan kepentingan bisnis perusahaan. Di mana distributor lain masih bisa melakukan penjualan di tempat lain atau bahkan kerja sama dengan ditributor luar yang belum terikat kerja sama dengan Tirta Investama.
"Saya kira kalau ada pengaduan monopoli terhadap suatu produk terkait kasus seperti ini sebaiknya KPPU tidak melanjutkannya. Apalagi perusahaan yang mengadukan perkara juga tumbuh dan berkembang bahkan dengan pesat. Perusahaan tersebut juga masih bisa mendistribusikan produknya di tempat lain," terangnya.
Sebab itu, dia menekankan KPPU harus memiliki kriteria proses, dan indikator dalam menangani masalah monopoli. Beberapa pasal dalam UU No 5 Tahun 2009 harus direvisi karena masih butuh penjelasan. "Jika tidak dilakukan revisi bisa membuat daya saing usaha di Tanah Air lemah," imbuhnya.
KPPU harus memiliki standar pembuktian yang relatif sama dengan negara lain. Ada metedologi dan standar dalam pembuktian suatu kasus persaingan usaha.
"Peningkatan pengetahuan, teknik dalam menangani, teknik dalam membuktikan, teknik dalam menangani banding, sampai sejauh mana sudah menerapkan standar pembuktian," Ine menegaskan
"Pada saat revisi UU No 5 Tahun 1999 masalah ini belum disentuh DPR sama sekali. Belum direvisi. Padahal secara konsep banyak kelemahan yang substansif. Jika terus berlanjut, banyak perusahaan yang bisa dihukum karena praktik bisnis yang padahal memang seharusnya dilakukan," ungkap Ine. (dkk/jpnn)