Pengesahan RUU SDA Molor, Target Pencapaian Program 100-0-100 Terhambat
jpnn.com, JAKARTA - Banyak pihak berharap agar Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) bisa disahkan oleh DPR periode 2014 – 2019.
Hal itu disebabkan pentingnya keberadaan payung hukum yang mengatur SDA pascapembatalan semua pasal terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi pada 18 Februari 2015.
Karenanya, aturan payung hukum baru harus segera diterbitkan. Pentingnya diundangkannya dengan segera RUU SDA yang baru karena, meskipun keputusan MK juga menyatakan bahwa UU No 11 Tahun 1974 tentang pengairan diberlakukan kembali.
Namun, MK dalam amar keputusannya juga tidak menyatakan semua aturan pelaksanaan yang mengikuti UU No 11 Tahun 1974 berlaku kembali. Dengan demikian, semua aturan tesebut juga batal demi hukum. Sebab, semua aturan pelaksanaan UU No 11 Tahun 1974 juga dibatalkan oleh seluruh tata aturan di bawah UU Nomor 7 Tahun 2004.
Berlarut-larutnya RUU SDA untuk segera diundangkan, akan berdampak pada terhambatnya iklim yang tidak kondusif dan proses investasi yang belum ada kepastian hukumnya untuk mengatur pendirian industri berbasis air di Indonesia.
Padahal dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi paling besar pada 2018 lalu masih berasal dari sektor listrik, gas, dan air yang mencapai Rp 117,5 triliun atau 16,3% dari total investasi, di mana Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor ini sebesar Rp 392,7 triliun atau 15%) dari total investasi.
Dalam diskusi pakar yang diadakan Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan dengan TERRA Simalem, Rabu (17/7), Direktur Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG) Mohamad Mova Al’Afghani melihat masih banyaknya kekurangan dari RUU SDA ini.
Di antaranya soal pemenuhan hak masyarakat atas air, dan jaminan kualitas air untuk kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu juga soal izin swasta untuk SPAM.