Perang Yaman: Krisis Kemanusiaan yang Terlupakan
Selain makanan, bahan bakar menjadi barang yang banyak dicari. Bukan hanya oleh warga sipil, melainkan juga rumah sakit dan kantor pemerintah. Sebab, sejak Hudaida digempur koalisi mulai 3 Juni, aliran listrik byar-pet.
Rumah sakit di kota pelabuhan terbesar Yaman itu terpaksa mengandalkan generator untuk membangkitkan listrik secara mandiri.
Bagi Sarah Leah Whitson, direktur Timur Tengah Human Rights Watch (HRW), pertempuran Hudaida tidak akan membuat kondisi rakyat menjadi lebih baik.
Siapa pun yang berkuasa atas kota tersebut hanya akan membuat penduduk sipil semakin menderita. Sebab, Houthi maupun pasukan koalisi sama-sama punya catatan buruk soal kemanusiaan.
”Dua pihak yang berkonflik itu punya rekor yang sama buruknya. Mereka sama-sama pelanggar HAM dan hukum internasional,” kata Whitson seperti dikutip ABC News.
Karena itu, dia mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB bertindak. Jika perlu, DK PBB harus mengancam Houthi dan koalisi dengan sanksi.
April lalu Sekjen PBB Antonio Guterres menyebut Perang Yaman sebagai perang yang terlupakan. Sebab, dunia seolah-olah tak peduli pada penderitaan rakyat di sana.
Selain harus bertahan dalam situasi perang, penduduk sipil yang setiap hari kekurangan pangan pun dibayangi wabah penyakit. Salah satu yang menjelma menjadi nyata dan merenggut banyak nyawa adalah kolera.