Perlu Harmonisasi Aturan Aset Kripto dalam RUU PPSK, Ini Sebabnya
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai aturan tentang aset kripto dalam RUU PPSK cenderung membingungkan, karena posisinya yang berada di bawah BI dan OJK.
"Berlaku sebagai mata uang atau komoditas?" kata Bhima dalam diskusi bertajuk Arah Pengembangan Aset Kripto dalam RUU PPSK oleh Celios di Jakarta, Rabu (2/10).
Menurut dia, aturan aset kripto di bawah otoritas BI dan OJK akan berisiko menggeser definisinya dari komoditas menjadi mata uang, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada sektor keuangan.
"Apakah ke depan Bappebti akan masuk di bawah ranah OJK ? Bagaimana dengan peran Kementerian Perdagangan sebagai pembuat kebijakan terkait perdagangan berjangka? Pertanyaan ini harus segera dijawab, dan draft RUU PPSK perlu diubah total pada bagian aset kripto untuk mengakomodir pengaturan yang ideal bagi stabilitas perekonomian dan perlindungan investor.” kata Bhima.
Oleh karena itu, perlu harmonisasi aturan aset kripto yang ada di dalam Rancangan UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) dan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 8 Tahun 2021 (Perba No.8/2021).
Hal itu agar komoditas kripto itu dapat terus berkembang di Indonesia.
"RUU PPSK idealnya disinkronkan dengan pengaturan di dalam Perba No. 8/2021 karena sama-sama bicara soal aturan aset kripto. Jangan ada dualisme antara Bappebti dengan otoritas lainnya, karena bisa menghambat pengembangan aset kripto,” kata Bhima
Di sisi lain, ada dalam Perba No.8/2021, dia menyebut harusnya aturan tentang aset kripto menitikberatkan pada mitigasi risiko yang muncul dalam industri ini.