Permen ESDM 37 Masih Lemah dari Kamuflase Perusahaan Gas
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi mengatakan Permen ESDM No 37 tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi sudah mempersempit ruang gerak para calo gas.
Menurutnya, Permen 37 sudah jauh lebih baik ketimbang Permen ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Alasannya, pengaturan rantai bisnis gas bumi sudah memangkas kepentingan para broker gas yang selama ini membuat harga gas tinggi.
"Permen ESDM No 37 salah satu tujuannya adalah untuk membatasi trader non-infra struktur, yang cenderung menjadi broker," tegas Fahmi, saat dihubungi wartawan, Kamis (3/12).
Fahmi menjelaskan, selama ini para broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada, sehingga dengan leluasa melakukan praktik penjualan bertingkat dengan modal alakadarnya, namun menuai margin niaga berlimpah, yang ujung-ujungnya membuat tingginya harga jual gas di konsumen.
Meski Permen ESDM No 37 sudah lebih baik bila dibandingkan PTK 29 dan Permen ESDM No 03, Fahmi menilai, masih terlalu lunak bagi para petualang rente karena mengakomodir badan usaha niaga yang hanya membangun infrastruktur sebagai kamuflase agar sah secara aturan untuk menerima alokasi gas dari pemerintah.
Hal itu terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat misalnya. Para trader gas yang hanya membangun pipa sepanjang kurang dari 1 km pun masih berhak mendapatkan alokasi gas dan mereka meraup untung besar.
Fakta itu tertuang dalam Dokumen BPH Migas berujudul "Pengaturan Harga Gas" yang membuka praktik-praktik kamuflase trader gas berfasilitas.
Misalnya, ada perusahaan membangun pipa 950 meter untuk mendapatkan margin USD 0,5 per MMBtu. Sedangkan perusahaan lain membangun pipa 182 meter dan mendapatkan keuntungan USD 2,25 per MMBtu.