PP PERABOI Minta DPR Tinjau Ulang RUU Omnibus Law Kesehatan, Alasannya Kuat
“Mendidik dokter spesialis dan subspesialis tidaklah seperti memproduksi barang. Tidak cukup dengan memperbanyak fasilitas pendidikan, tetapi juga harus ditunjang dengan kurikulum yang matang dan kualitas tenaga pendidik yang baik,” tutur Walta.
Hal lain yang dipandang PP PERABOI menimbulkan keresahan di kalangan tenaga kesehatan adalah belum adanya kepastian hukum bagi dokter dalam menjalankan profesinya.
Dalam beberapa pasal, ujarnya, memang dinyatakan bahwa pemerintah memberikan perlindungan hukum. Namun, masih ada peluang para dokter dalam menjalankan profesinya akan mengalami kondisi penuntutan berlapis yang tertuang dalam DIM RUU Omnibus Law Kesehatan, yang dinilai PP PERABOI akan berpotensi berkembangnya praktik defensive medicine, yang pada akhirnya juga akan merugikan pasien.
Lebih lanjut dikatakan penyelenggaraan praktik kedokteran selalu berdasarkan pada empat kaidah dasar moral yaitu menghormati martabat manusia (respect for person), berbuat baik (beneficience), tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence), dan keadilan (justice).
Di sisi lain, Walta juga menyampaikan bahwa pelayanan kasus kanker padat yang melibatkan pembedahan berisiko menimbulkan disfigurasi atau kecacatan. Tanpa adanya kepastian perlindungan hukum, ada potensi dokter dituntut pasien yang merasa tidak puas dengan hasil pembedahan.
Kemungkinan adanya tuntutan berlapis mulai dari permintaan ganti rugi, tuntutan pidana dan perdata seperti yang diakomodir dalam pasal 283 RUU Omnibus Law Kesehatan akan menimbulkan praktik defensive medicine.
"PP PERABOI menilai hal ini akan menurunkan kualitas pelayanan kanker dan akhirnya malah merugikan pasien kanker,” tegas Walta.
PERABOI sebagai organisasi profesi yang mewadahi dokter spesialis bedah dan melayani pasien kanker berharap DPR memberikan perhatian khusus dalam pengkajian pasal 243 dan 283 RUU Omnibus Law Kesehatan.