Prof Budi Jelaskan Efek Hukuman Mati di Kasus ASABRI terhadap Investasi, Mengerikan
Karena menurutnya ini adalah pertama kali kasus BUMN asuransi dengan emiten di pasar modal yang ancaman hukumannya atau tuntutan hukumannya sampai seumur hidup bahkan hukuman mati. "Tapi imbasnya, ada kekhawatiran bagi BUMN lain ketika mereka harus berurusan atau membeli saham saham dari perusahaan emiten di pasar modal.”
Dirinya pun heran dan mempertanyakan apakah kasus tersebut merupakan gagal bayar atau murni kerugian negara. "Kalau asuransi Jiwasraya-Asabri itu BUMN yang pemegang sahamnya pemerintah, tapi kan premi yang harus dibayar sebetulnya berasal dari para nasabah," kata Prof Budi.
Kemudian, Prof Budi menyebut bahwa Kejaksaan Agung seharusnya bisa membedakan mana uang negara, mana yang bukan uang milik negara.
"Harus dipisah secara tegas, yang diutik-utik Heru Hidayat kan duit nasabah yang tidak terkait dan tidak menggangu keuangan negara. Itu memang harus dibedakan," ujarnya.
"Nah kalau seperti itu kan ya mestinya ranah perdata tetapi kemudian diseret ke ranah pidana korupsi, dan pada akhirnya bermuara pada tuntutan maupun dakwaan hukuman mati dan penjara seumur hidup. Kalau itu betul-betul hukuman mati, ya tentunya akan berdampak pada iklim usaha yang kondusif. Kan iklim usaha yang kondusif itu dibangun dan berkorelasi dengan semakin banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Repot kalau putusannya hukuman mati," ucap Budi menambahkan.
Terkait dengan tuntutan yang berbeda dengan dakwaan, menurutnya itu harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum majalis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan.
"Harus sudah fix antara dakwaan dan tuntutan yang berbeda. Walaupun nanti misalkan hukuman seumur hidup atau hukuman mati pasti Heru Hidayat akan lakukan banding ke PT hingga ke MA," kata Budi.
Prof Budi pun tak habis pikir dengan tuntutan hukuman mati dan pengembalian kerugian negara senilai Rp 12 triliun lebih oleh Heru Hidayat.