Prof Jimly: Pahit, Merasa Dikhianati, Siapkan untuk 2024
Sebelumnya pada Jumat sore (9/10), Presiden Jokowi menegaskan bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja sangat penting untuk menciptakan iklim ekonomi yang baik bagi negara.
Namun menurut kata Prof Jimly Asshiddiqie, tanpa argumentasi presiden itu pun, rakyat harus memahami bahwa lahirnya UU Cipta Kerja memang kehendak pribadi Presiden ketujuh RI tersebut.
Apalagi, ide mengenai omnibus law ini sudah dipidatokan Presiden Jokowi secara resmi di depan forum MPR/DPR pada 16 Agustus 2020, bahkan waktu pelantikan 20 Oktober 2020. Selain itu, gagasan ini sudah dirapatkan berkali-kali di sidang kabinet terbatas.
"Jadi, jangan lagi ada lagi yang menganggap, oh ini bukan presiden, oh ini maunya menteri anu, menteri ini, tidak. Ini sudah kehendak kolektif kepemimpinan sekarang, dan ini sudah diputus secara materil, sudah selesai," tegas tokoh asal Sumatera Selatan ini.
Karena itu, mantan ketua pertama MK RI ini tekanan politik seperti demonstrasi sebanyak apa pun untuk membatalkan omnibus law Cipta Kerja, itu sudah tidak akan efektif. Justru, bisa-bisa mereka akan dimusuhi penguasa.
"Pasti dimusuhi. Sekarang semua kata-kata yang ini kan, o ini hoaks, ini fitnah, malah nanti yang menyebarkan berita tentang RUU ini malah ditangkapi. Itu akan dilakukan, karena ini sudah kehendak kolektif, dan harus dipaksakan, tidak bisa tidak. Jadi ini tidak lagi main-main. Ini orientasinya sudah menang-kalah,' tutur mantan ketua DKPP ini.
Hal tersebut menurut Prof Jimly, sudah menjadi risiko politik dan demokrasi kuantitatif. Sehingga, sebanyak-banyaknya aksi unjuk rasa untuk menolak omnibus law Cipta Kerja, itu hanya akan menimbulkan masalah saja.
"Masalahnya itu kalau emosi tidak terkendali, nanti bakar ban, bakar mobil, bakar stasiun. Jadinya melanggar hukum. Itu tidak terhindarkan. Orang kalau sudah kumpul, apalagi di tengah covid, bagaimana memastikan sosial distancing, itu saja sudah dilanggar," jelas Jimly Asshiddiqie.