PT DKI Perberat Hukuman untuk Syafruddin di Kasus SKL BLBI
jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman untuk Syafruddin A Temengung yang menjadi terdakwa perkara korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) buat Sjamsul Nursalim terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Putusan banding menambah hukuman untuk mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu menjadi 15 tahun penjara.
Sebelumnya Pengadilan Tipikor Jakarta pada persidangan 24 September 2018 menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider tiga bulan kurungan untuk Syafruddin. Namun, baik Syafruddin ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding.
Hingga akhirnya putusan banding memperberat hukuman untuk Syafruddin. Vonisnya menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan selama 3 bulan. Baca juga: 13 Tahun Bui untuk Syafruddin di Kasus SKL BLBI buat Sjamsul
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, pihaknya telah menerima pemberitahuan tentang putusan banding dari PT DKI. "KPK telah menerima pemberitahuan putusan PT DKI untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus BLBI hari ini, 4 Januari 2019," ujar Febri, Jumat (4/1).
Febri menambahkan, KPK menyambut positif vonis banding untuk Syafruddin. Sebab, vonis itu hampir sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan masa subsidier 6 bulan.
"Tentu kami sambut baik, namun memang masih ada perbedaan pidana kurungan pengganti yang jadi tiga bulan," tuturnya.
Lebih lanjut Febri mengatakan, putusan banding untuk Syafruddin juga menepis anggapan tentang kriminalisasi kebijakan. Sebab, sudah dua putusan pengadilan yang menyatakan Syafruddin bersalah.
"Sehingga sejumlah perdebatan tentang apakah ini di ranah pidana atau perdata, mengkriminalisasi kebijakan atau tidak, dan hal lain, sudah terjawab dalam putusan ini. Setidaknya sampai saat ini di tingkat PT demikian," ujarnya.