Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Rektor

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 22 Juli 2021 – 07:16 WIB
Rektor - JPNN.COM
Ilustrasi UI. Foto: Universitas Indonesia

Seorang intelektual--yang harusnya akrab dengan kebenaran--kemudian terjun ke ranah politik praktis yang akrab dengan kekuasaan, berarti telah terseret untuk memperebutkan kekuasaan, dan terlempar menjadi masyarakat awam yang mendedikasikan hidupnya untuk mengejar materi duniawi.

Ali Shariati di Iran memberi contoh bagaimana seorang intelektual kampus bisa memberi pencerahan kepada rakyat untuk melawan rezim diktatorial yang berkuasa di Iran.

Revolusi rakyat Iran pada 1979 berhasil menumbangkan rezim Shah Reza Pahlevi yang didukung penuh oleh Amerika Serikat.

Namun, Shariati tidak sempat menikmati kebebasan bersama rakyat Iran, karena ia keburu tewas pada 1975 di Inggris. Banyak yang menduga Shariati tewas karena dibunuh oleh agen rahasia Iran, Savak.

Di Indonesia, para mahasiswa turun ke jalan untuk memprotes rezim Orde Baru yang diktatorial pada 1998. Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa itu mampu menumbangkan rezim kuat yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

Para mahasiswa itu adalah bagian dari intelektual organik, dalam terminologi Gramsci, dan intelektual tercerahkan dalam versi Shariati.

Kampus UI dikenal sebagai kampus perjuangan. Dari situ lahir seorang demonstran yang bangga menyebut dirinya sebagai demonstran. Dialah Soe Hok Gie.

Ia seorang anak muda yang berpendirian teguh dalam memegang prinsipnya. Dia bercita-cita besar, tak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang banyak, terutama kaum yang termarjinalkan.

Lebih baik mati menghirup gas beracun, daripada kebebasannya mati karena menghirup racun kekuasaan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close