Reshuffle Berdasar Letupan Politik, 10 Kali Ganti Menteri pun Percuma
"Saya pikir ini yang terjadi. Jadi kemarahan Jokowi kemarin hanya bagian dari kausalitas akibat presiden salah menempatkan pembantunya, tidak menjalankan hak prerogatif secara maksimal. Belum lagi tidak menempatkan menteri berdasarkan basis the right man on the right place, sesuai kapasitas keahliannya," paparnya.
Problemnya, ia menyatakan, saat ini tidak jelas siapa menilai kinerja menteri. Institusi resmi yang independen yang mana yang menilai kinerja itu.
Dia membandingkan, di era Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, evaluasi kementerian dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
"Apakah Jokowi menilai sendiri kinerja menterinya berdasarkan bisikan inner circle orang kepercayaan? Atau presiden menilai pakai dukun atas kinerja menterinya? Bagaimana mengukur kinerja menteri? Berbasiskan apa? Ini yang buat kita pusing kepala," kata Ipang.
Dia mempertanyakan apakah penilaian itu karena menteri yang selalu tampil menguasai panggung depan media mainstream, dan populis.
Padahal, ada juga menteri tidak mau terkenal, tak ingin bising di ruang publik, tetapi punya progress atau berkinerja bagus.
Dalam hasil survei nampak bagus dan populer di mata rakyat. Namun realitas kinerjanya tidak beririsan dengan popularitasnya.
"Nah, standarnya menteri berkinerja bagus itu seperti apa?" kata dia.
Namun, Ipang menyatakan, jauh lebih penting Jokowi memilih sosok yang tidak hanya soal sebatas memenuhi representasi partai, ormas, profesional, tim sukses dan relawan.