Rupiah Terjepit di Tengah Pertarungan Empat Gajah
Sebab, gara-gara Tiongkok melemahkan atau mendevaluasi mata uang Yuan, maka produk-produk impor asal Tiongkok yang membanjiri AS menjadi lebih murah, sehingga inflasi rendah dan daya saing produk made in USA kian lemah. Artinya perang kurs yang dipicu Tiongkok itu, sekarang memasuki fase baru.
"Ibarat pertandingan sepakbola, sekarang adalah awal masa perpanjangan waktu. Tapi di pasar finansial, perpanjangan waktu ini tak terbatas, bisa lebih lama dari waktu normal pertandingan, sampai salah satunya kalah atau mengalah," urai pakar keuangan yang juga aktivis peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Kondisi pasar finansial global yang penuh ketidakpastian ini diperkirakan baru akan mereda ketika The Fed mengambil sikap untuk menaikkan suku bunga. Namun jika The Fed masih menggantung keputusannya, maka semua akan ikut-ikutan menunggu dan saling mengintai.
Yanuar menyebut, saat ini ada empat pemain besar yang saling mengintip kekuatan lawan sebelum masuk ke medan peperangan kurs yang lebih besar. Selain The Fed dan Bank Sentral Tiongkok yang sudah saling berhadapan, ada pula Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Jepang yang siap masuk gelanggang.
"Akibatnya, rupiah dan mata uang global lainnya, kini terhimpit di antara empat gajah yang siap bertarung," ujarnya.
Kondisi semacam itulah yang akhirnya dimanfaatkan para pelaku pasar keuangan untuk mengeruk keuntungan. Karena itu, lanjut Yanuar, upaya BI mengintervensi pasar sehingga membuat cadangan devisa menyusut hingga USD 103 miliar, juga hanya mampu sedikit menahan laju kejatuhan rupiah. "Sebab tekanannya jauh lebih kuat dari kemampuan bank sentral kita, dan ini juga dialami mata uang di banyak negara lain," katanya.
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Yanuar menyebut, dalam kondisi seperti ini, tidak banyak yang bisa dilakukan BI selaku otoritas moneter maupun pemerintah untuk menahan pelemahan rupiah. Untuk itu, daripada mengerahkan seluruh energi untuk membendung pelemahan rupiah, pemerintah dan BI lebih baik berkoordinasi lebih erat untuk meminimalisir dampaknya.
Misalnya, meredam inflasi dengan memperbaiki alur distribusi barang, terutama kebutuhan pokok, agar imported inflation atau inflasi yang dipicu kenaikan harga produk impor akibat pelemahan rupiah, bisa dikurangi.