RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Dianggap Ganggu Demokrasi Bangsa
BACA JUGA : Tunda Saja, RUU Kamtansiber Berpotensi Tumpang Tindih dan Membingungkan
Polemik RUU KKS kata Wahyudi tidak akan terjadi andai saja DPR secara transparan mengundang pemangku kepentingan, dalam hal ini akademisi, pemerintah, masyarakat sipil, dan swasta yang merupakan elemen dari ekosistem internet nasional, berembug bersama sebagaimana cara bangsa ini berdemokrasi dalam merumuskan dan menelurkan sebuah kebijakan bagi kemanfaatan masyarakat luas.
“DPR saya nilai gegabah dan apa yang mereka lakukan ini jelas mengganggu proses demokratisasi yang sedang kita bangun,” ujar Wahyudi.
Hal senada disampaikan Ardi Sutedja, pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) yang memandang produk legislasi dadakan DPR ini akan memakan ongkos yang sangat mahal yakni rakyat yang menjadi korban.
Ardi memberi gambaran bahwa 143 juta indonesia adalah pengguna internet. Artinya setengah dari penduduk Indonesia berpotensi menjadi korban dari penerapan sebuah produk undang-undang yang dibuat secara gegabah oleh wakil rakyat di DPR.
“Ini melampaui norma. Jika menyangkut hajat hidup orang banyak harus transparan. Jangan diam-diam membuat sebuah produk uu,” tambah Ardi.
“UU ini bisa merubah tatanan hidup yang sudah terbangun baik menjadi hancur. Masak untuk hal yang begitu krusial mereka tidak melibatkan pemangku kepentingan,” imbuhnya.
Ardi mengatakan pemaksaan kehendak terhadap sebuah produk undang-undang jelas sebuah gambaran dari upaya membatasi sebuah proses berdemokrasi. Dan hal tersebut menurutnya secara tidak langsung tercantum dalam diktum-diktum RUU KKS yang digagas DPR. (flo/jpnn)