Ryamizard Ryacudu, Bapak Bela Negara Indonesia
Oleh: Ramses Wally, S.HPasukan ini memiliki kemampuan sebagai pasukan anti-teroris untuk pertempuran jarak dekat, lawan gerilya dengan mobilitas tinggi dan melakukan pertempuran-pertempuran berlanjut. Kemampuannya tiga kali pasukan infanteri biasa. Tiap-tiap batalyon ini dilatih untuk memiliki kemampuan tempur tiga kali lipat batalyon infanteri biasa. Mereka dilatih untuk melakukan penyergapan dan mobil udara, seperti terjun dari helikopter.
Saya dan Ryamizard sempat diskusi tentang kejadian pada peristiwa penyanderaan 11 perwira PBB dari beberapa negara oleh pasukan Khmer Merah di Kamboja pada 1992. Berbagai upaya telah dilakukan PBB untuk bisa membebaskan 11 perwira yang berasal dari beberapa negara. Meski sudah dibicarakan di New York, ternyata tidak ada satu negara pun yang berhasil membebaskannya, termasuk Amerika Serikat dan Inggris. Akhirnya, Pimpinan UNTAC (united nation transitional authority in Cambodia) Yasushi Akhasi meminta Letkol Inf. Ryamizard Ryacudu untuk memimpin langsung pembebasan para perwira yang disandera oleh pasukan Khmer Merah tersebut.
“Saya hanya minta satu syarat!” kata Bp. Rymizard Ryacudu, “Kalau tugas ini sudah diserahkan pada saya (Indonesia), tidak boleh ada satu negara lain pun yang ikut campur!”
Pernyataan tegas itu disampaikan kepada Yasushi Akhasi yang berasal dari Jepang itu. Dan, akhirnya setelah melalui pendekatan teritorial dan intelijen, ke-11 perwira itu dibebaskan oleh Khmer Merah.
Sejak saat itulah nama TNI harum di Kamboja. Ketika terjadi penculikan dan penyanderaan oleh Khmer Merah, saat itu Pasukan Garuda XII B dipimpin Letkol Ryamizard Ryacudu. Pasukan ini menggantikan Pasukan Garuda XII pimpinan Letkol Erwin Sedjana. Setelah itu Pasukan Garuda XII C dikomandani Letkol Darmawi Chaldir.
Menurut Bp. Ryamizard, ketika pasukannya baru tiba di Kamboja, mereka melakukan defile pasukan keliling ibukota Kamboja, Phnom Penh. “Yah, kita waktu itu memang sengaja “show of force” keliling kota,” ungkapnya.
Hari-hari pertama mulai bertugas untuk melucuti senjata para pihak yang bersengketa sangatlah berat. Teror dari pasukan Khmer Merah pun dirasakan anak buah Bp. Ryamizard Mizard.
“Pernah suatu malam tenda kami diserang dengan pelontar granat,” ujar Ryamizard. Alhamdulillah. Granat itu tidak sampai meledak. Tetapi yang terjadi adalah rangsel anak buahnya terlempar keluar dari tenda. “Saat itu anak buah saya sedang sholat Tahajjud, jadi ranselnya ikut terlempar keluar. Andai saat itu anak buah saya sedang tidur, habislah seisi tenda,” ungkapnya.
Menurut Ryamizard, terjadinya penyanderaan 11 perwira asing itu karena sebenarnya akibat ulah mereka sendiri.