Sandi Kurang Rapi Bermain Sandiwara?
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Afriadi Rosdi menilai sandiwara playing victim biasa dilakukan di masa kampanye, seperti di Pilpres 2019.
Polanya, diawali dengan merancang kegiatan. Kemudian menyuruh orang tertentu dari pihak sendiri untuk menzalimi kegiatan tersebut. Langkah selanjutnya, menyiapkan media memberitakan gangguan tersebut dengan framing pihak lawan menzalimi kegiatan mereka.
Opini publik digiring seolah-olah pihak tertentu dizalimi pihak lawan.
Pola playing victim, kata Afriadi, berpeluang sukses jika dikelola dengan rapi. Jika tidak, efek yang diharapkan malah berbalik. Seperti yang dialami calon presiden Sandiaga Salahuddin Uno, saat mengunjungi Pasar Kota Pinang, Labuhanbatu, Sumatera Utara, Selasa (11/12) lalu.
Sandi disambut tulisan pada sebuah karton. Isinya, "Pak Sandiaga Uno, sejak kecil kami sudah bersahabat. Jangan pisahkan kami gara-gara pilpres, pulanglah!!!" Muncul dugaan peristiwa yang dialami Sandi merupakan playing victim.
"Kesan yang kemudian muncul, Sandi kurang rapi bermain sandiwara. Karena terkesan bisa dibongkar tim Joko Widodo-Ma'ruf Amin, bahwa itu adalah permainan playing victim dari tim Sandiaga Uno," ujar Afriadi kepada JPNN.com, Selasa (18/12).
Ketua Pusat Kajian Literasi Media ini mendasari pandangannya berdasarkan penjelasan Juru Bicara TKN Jokowi-Ma’ruf Ace Hasan Syadzily beberapa waktu lalu. Menurut Ace, dalam video yang viral tampak ada seseorang yang disuruh mengaku sebagai pemasang spanduk penolakan Sandi.
"Jadi, sangat penting permainan playing victim disusun secara rapi, sehingga tak mudah dibuktikan lawan. Kalau ketahuan, efeknya akan menghantam anda sendiri," ucapnya.