Serang Libya, AS Terancam Bangkrut
Kadhafi Semangati Pendukung, Koalisi Terancam PecahKamis, 24 Maret 2011 – 08:34 WIB
Menurut Fisher, sekarang mulai terlihat lagi tanda-tanda ke arah krisis finansial. "Kita menyaksikan sekarang aktivitas yang sangat mungkin menggenjot harga komoditas kunci seperti minyak," katanya. Meski tidak langsung menyebut di Libya, jelas yang dia maksud adalah aktivitas militer di negeri Afrika Utara tersebut. Harga minyak memang menggelembung 24 persen sejak 14 Februari lalu atau sejak kondisi perpolitikan di Timur Tengah dan Afrika Utara semakin panas.
Peringatan Fisher tersebut didukung Todd Harrison, analis militer dari Center for Strategic and Budgetary Assessment. Menurut dia, sukses atau gagal operasi militer yang dilakukan koalisi, diperkirakan biaya yang dibutuhkan di atas USD 1 miliar.
"Untuk menjaga pemberlakuan zona larangan terbang saja, kemungkinan dibutuhkan dana USD 30 juta (Rp 255 miliar) hingga USD 100 juta (Rp 850 miliar) per pekan," tuturnya. Padahal, sebelum konflik Libya meletus, Pentagon (Kementerian Pertahanan AS) sudah berkoar bakal melakukan penghematan besar-besaran. Yakni, mengirit pengeluaran, menunda program persenjataan baru, dan mengurangi biaya pemeliharaan. Semua diperkirakan bisa menghemat dana hingga USD 78 juta (Rp 663 miliar).