Siapkan Mekanisme Batas Atas dan Bawah
JAKARTA – Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) menyiapkan berbagai proteksi agar rekomendasi mengenai penghapusan bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau Premium tidak mudah dipatahkan. Termasuk, saat rekomendasi itu dituding hanya cocok saat harga minyak dunia terjun bebas seperti saat ini.
Saat menghadiri diskusi berjudul Selamat Tinggal Premium di Jakarta Pusat, dia menegaskan rekomendasi yang diberikan sudah memikirkan potensi naiknya harga BBM kembali. Dalam paket rekomendasi, disebutnya sudah ada mekanisme batas atas dan batas bawah. ’’Subsidi tetap ada, tetapi bisa berubah besarannya,’’ ujarnya.
Maksudnya, nanti akan ada evaluasi besaran subsidi ketika rekomendasi sudah berjalan. Ada batas atas dan batas bawah harga minyak dunia yang disepakati oleh pemerintah. Misalnya, pada awal rekomendasi dijalankan, RON 92 atau Pertamax diberikan subsidi Rp 500.
Ternyata dalam enam bulan kemudian harga minyak yang awalnya USD 60 per barel naik menjadi USD 80 per barel. Kalau pemerintah menganggap Rp 500 masih tepat, besaran subsidi yang diberikan bisa diteruskan. Tetapi tidak demikian ketika sudah menyentuh level USD 90 per barel.
’’Kalau terus naik (harga minyak mentah, red), ditambah lagi (subsidinya),’’ imbuhnya. Menurutnya, tidak masalah kalau ada perubahan besaran rupiah dalam subsidi dalam setahun. Asalkan, pemerintah tetap konsisten menggunakan mekanisme subsidi tetap saat rekomendasi dijalankan.
Saat ditanya berapa harga atas dan bawah versi Tim RTKM, Faisal mengatakan itu bukan tugasnya. Jadi, dia tidak bisa menjawab angka idealnya. ’’Pada dasarnya, pemberian subsidi tetap ada. Diberikan ke pengganti Premium. Entah nanti nama produknya Bensin Rakyat atau apa. Sama saja,’’ tuturnya.
Dia menegaskan, rekomendasi keluar bukan karena harga minyak dunia turun. Itu hanya menjadi momentum saja. Yang terpenting, dalam pembentukan bensin itu tidak ada transparansi. Indonesia sebagai satu-satunya negara yang menggunakan RON 88 menjadikan prosesnya mudah disusupi mafia Migas.
Kemungkinan rebound harga minyak dunia pada tahun depan memang belum ada yang bisa memastikan. Tetapi, Chris Faulkner, CEO Breitling Energy mengatakan pada 2015 harga minyak dunia bisa naik setidaknya sampai USD 70 per barel pada kuartal kedua.
Penyebabnya, Saudi Arabia yang selama ini bersikukuh bahwa OPEC tetap memproduksi minyak 30 juta barel per hari, tidak peduli berapapun harganya mulai melunak. Ketika mereka mulai menurunkan produksi itulah, harga minyak perlahan merangkak naik. Faulkner menyebut ada titik dimana mereka akan menyerah.
’’Panic button ketika harga menyentuh USD 40 per barel,’’ katanya seperti dikutip dari CNBC. Untuk harga minyak sendiri, saat ini diperdagangkan di kisaran USD 61 per barel untuk jenis Brent.
Dalam diskusi itu, Sofyano Zakaria, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik sempat menyinggung keputusan rekomendasi penghapusan Premium. Dia merasa janggal karena selama ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat melakukan audit tidak pernah menemukan masalah. Tetapi, tiba-tiba saat tim dibentuk, muncul temuan itu.
Faisal selaku ketua memastikan timnya bergerap tanpa ditunggangi kepentingan apapun. Dia lantas membalik tudingan itu dengan menyebut sebenarnya sudah ada kajian dari universitas. Namun, tidak bisa ditindaklanjuti pemerintah karena harga minyak mentah mahal.
’’Soal enggak ditemukan BPK, memang enggak ada kerugian negara secara langsung. Kalau bisa langsung ketemu, bukan mafia namanya,’’ terang pakar asal Bandung itu.
Lantaran banyak yang mengira rekomendasi itu diambil dengan buru-buru, Faisal lantas menjelaskan apa yang terjadi sebelum pengambilan keputusan. Saat tim sudah merumuskan rekomendasi, mereka tidak serta merta menyerahkan ke Menteri ESDM Sudirman Said. Tetapi, menggelar pertemuan dengan Pertamina terlebih dahulu.
Perwakilan Pertamina mengatakan rekomendasi itu bisa dijalankan. Malah, perusahaan pelat merah itu mengaku bisa menjalankan rekomendasi dalam dua bulan saja. Atas berbagai pertimbangan, tim tidak menjadikan pernyataan Pertamina sebagai dasar waktu transisi. Ada ’’bonus’’ waktu menjadi lima bulan.
’’Ada salah paham di masyarakat kalau kilang yang bisa digunakan untuk menghasilkan RON 92 hanya Balongan. Dari pertemuan, kilang Pertamina semuanya bisa menghasilkan Pertamax Off,’’ urainya.