Soal Pencegahan, Imigrasi Klaim Berperan Pasif
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) Jhoni Ginting mengatakan bahwa sejumlah kementerian/lembaga dapat mengajukan pencegahan terhadap seseorang.
Dia menjelaskan yang pertama ialah Imigrasi itu sendiri, seperti untuk pendeportasian, maupun overstay. Selain Imigrasi, kata Jhoni, yang dapat mengajukan pencegahan ialah BNN, Polri, menteri keuangan yang berkaitan dengan persoalan pajak, bea cukai, dan kepabeanan.
Berikutnya ialah Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan K/L lain yang memiliki kewenangan pencegahan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ditjen Bea Cukai dan lain-lain.
"Seluruh K/L tersebut sebenarnya bertanggung jawab atas keputusan permintaan dan perintah pencegahan yang dibuatnya, karena kami sifatnya adalah pasif. Kalau dibilang cegah, kami cegah. Kalau umpama buka, kami buka. Kalau (dibilang) tangkal kami tangkal. Kalau (DPO) ya kami DPO. Kalau lepas ya kami lepas," kata saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Senin (13/7).
Sementara itu, Jhoni juga menjelaskan bahwa pencegahan terhadap seseorang harus berdasarkan permintaan, sebagaimana Pasal 91 UU 6/2011. Permintaan itu dikirim melalui surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.
Ia menjelaskan permohonan cekal pencegahan sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan keputusan tertulis dengan memuat nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, umur dan foto, alasan dan jangka waktu pencegahan.
Dia menambahkan Dirjen Imigrasi kemudian memasukkan nama yang bersangkutan ke dalam aplikasi sistem cekal. "Kemudian menyiarkan ke seluruh kantor Imigrasi," kata Jhoni.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry menjelaskan RDP digelar agar semua persoalan terkait Imigrasi dengan buronan Djoko Tjandra ini terjadi klarifikasi dari institusi keimigrasian. "Sehingga tidak menjadi bola liar ke sana ke mari dan tidak menjadi isu, bahkan fitnah," kata Herman. (boy/jpnn)