SP JICT Tolak Privatisasi Pelabuhan JICT Jilid II
jpnn.com, JAKARTA - Privatisasi jilid II pelabuhan peti kemas nasional terbesar JICT kepada Hutchison Hong Kong harus disikapi tegas oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Ketua Umum SP JICT Hazris Malsyah menjelaskan mengapa privatisasi JICT perlu ditolak. Dia beralasan proses privatisasi JICT tidak transparan dan merugikan negara. Hal ini telah dibuktikan auditor negara BPK lewat laporan hasil audit investigasi.
Hazris mengatakan privatisasi JICT telah melanggar berbagai aturan dan merugikan negara setidaknya Rp4,08 triliun. Bahkan dalam laporan BPK, pihak Hutchison turut terlibat atas kerugian negara tersebut.
Lebih lanjut, Hazris menilai sampai saat ini privatisasi tanpa alas hukum ini masih terus dijalankan oleh Hutchison dan Pelindo II di JICT dengan manuver dan dalih-dalih yang tidak berdasarkan hukum. Menteri BUMN Erick Thohir harus bersikap tegas terhadap mereka yang bermain di area abu-abu atas nama investasi.
“Jangan sampai Menteri BUMN justru menjadi bagian dari hal yang terlihat seperti konspirasi global untuk penguasaan JICT sebagai aset strategis bangsa,” ujar ckepada JPNN, kemarin.
Lebih lanjut, pelabuhan nasional penting dikelola secara mandiri terutama pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia seperti JICT. Pelabuhan ini telah dikelola oleh Hutchison Hong Kong sejak tahun 1999 dan habis kontraknya di tahun 2019.
Dalam hal alih teknologi sudah sangat cukup. Lagi pula secara SDM, teknologi dan hal lainnya, pelabuhan ini sangat bisa dikelola oleh bangsa sendiri. Tidak ada urgensi kontrak Hutchison diperpanjang di JICT.
Sejak tahun 2014, menurut Serikat Pekerja telah menolak privatisasi "haram" JICT bukan karena anti-investasi asing namun lebih karena prosesnya tidak transparan dan demi kemandirian nasional.