Suka Makan
Oleh: Dahlan IskanKalau di Beijing saya selalu saja sudah terobsesi masakan Xinjiang. Atau sate kambing di dekat masjid Niu Jie. Lalu Peking Duck di Qian Men, dekat Tian An Men. Atau jadwal saya sudah penuh dengan jamuan makan oleh relasi di sana.
Haidilao pun sudah tidak masuk daftar obsesi: sudah ada di Jakarta dan Surabaya. Ngapain menyesaki daftar Beijing Obsession. Pun Xiao Fei Yang. Aromanya terasa terlalu kuat. Mungkin bawaan bertambahnya umur.
Saya jadi belajar dari tamu itu: bagaimana memilih lokasi untuk buka resto baru. Ternyata mereka hanya mengincar satu lokasi: di dalam mal.
Maka mereka minta diantar ke mal paling ramai. Lalu mal yang baru. Sama sekali tidak minta diantar ke lokasi selain mal.
Mereka pernah saya ajak makan di resto independen. Di luar mal. Bertetangga dengan perumahan lama, di Dinoyo Surabaya. Larisnya bukan main. Cari tempat parkir pun sulit.
Di situ mereka menyenangi masakannya tetapi tidak meminati lokasinya. Padahal, sudah saya jelaskan: betapa bagus bisnis teman saya itu. Dia mampu membangun resto dua tingkat di atas tanah sewa 15 tahun. Pakai lift. Atas biaya sendiri. Di luar harga kontrak 15 tahun yang dibayar tiap lima tahun. Bayar di muka.
Mereka tetap pilih buka di mal.
Sebagai orang asing mereka tidak tahu hukum dan adat di Indonesia. Mereka tidak mau ambil risiko yang di luar perkiraan. Dengan membuka resto di mal urusannya tinggal dengan pemilik mal.