Tertib Moral Harus Dimulai dari Keteladanan Pimpinan
Jumat, 19 September 2008 – 22:05 WIB
*Sempat mencuat dugaan, salah satu faktor pendorong para jaksa mencari 'penghasilan tambahan' karena pendapatan atau gaji sangat minim. Menurut Anda?
Saya memang sependapat dengan itu. Tapi kan orang luar tidak melihat itu. Memang sangat minim dan sangat jauh untuk mencukupi kebutuhan. Memang benar, kondisi itu bisa saja menjadi salah satu faktor pendorong sehingga seorang jaksa melakukan hal yang tidak seharusnya. Tapi kalau dikatakan kejadian seperti Urip karena gaji tidak cukup, itu juga sebetulnya tidak benar. Karena, berapapun pendapatan seorang jaksa, tidak boleh menjadi alasan untuk melanggar kode etik.
*Bisa Anda gambarkan bagaimana minimnya?
Saya misalnya, sebagai pegawai eselon II. Gaji yang saya terima itu sebenarnya hanya Rp5 jutaan. Itu sudah semuanya, sudah termasuk gaji pokok dan tunjangan. Bayangkan, ini untuk Kajati, dengan pangkat IV D. Saya kebetulan memilih tunjangan jaksa. Tunjangan pun tidak boleh dobel. Jadi kalau pakai tunjangan jaksa tidak boleh pakai tunjangan struktural, begitupun sebaliknya. Mana yang lebih menguntungkan biasanya itu yang dipilih. Sekarang, untuk bayar listrik, air dan telepon saja itu sudah habis. Anda bisa pikirkan bagaimana aparat kejaksaan yang ada di bawah saya? Tapi, sekali lagi, bagaimanapun hal ini tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan hal yang tidak terpuji.