Tinggalkan Impor, Jadikan Indonesia Juara Hortikultura
Impor berlebihan memukul harga produk hortikultura dalam negeri yang berakibat membunuh produksi dalam negeri. Sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya lepas dari ketergantungan impor.
“Kebijakan impor jangan sampai membunuh produksi dalam negeri, sebab itu berarti membunuh petani kita. Tanpa petani yang berdaulat dan sejahtera, masa depan bangsa terancam. Ironis bila Indonesia sebagai negara agraris, secara sistematis dikondisikan untuk bergantung pada impor pangan,” ujar Ansy.
Saat ini, penerbitan RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) dan Surat Persetujuan Impor (SPI) mendapat sorotan publik, karena diduga sarat praktik korupsi dan kolusi. Laporan investigatif sebuah majalah nasional baru-baru ini menguak praktik kolusif Pengaturan Kuota Impor buah di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan oleh politisi dan birokrat.
Data Dirjen Hortikultura juga mencatat pada tahun 2018 terdapat 30 perusahaan yang tidak lunas tanam dan produksi, lalu di tahun 2019 terdapat 39 perusahaan. Itu berarti, masih banyak perusahaan tidak mematuhi persyaratan RIPH.
“Karut-marut RIPH dan praktik kolusif impor mestinya menjadi momentum untuk bangkit dari ketergantungan impor. Sambil menindak tegas para pelaku korupsi dan kolusi pangan, kita harus mengubah mindset pembangunan pertanian kita, dari ketahanan ke arah kemandirian, bahkan kedaulatan pangan. Tinggalkan impor, fokus produksi hortikultura dalam negeri. Kajian dari akademisi dan praktisi pertanian menyebutkan, jika diusahakan dengan serius, Indonesia bisa menjadi juara beberapa komoditas hortikultura,” tambahnya.
Ansy menganjurkan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) duduk bersama Komisi IV DPR RI, petani hortikultura dan pengusaha/industri hortikultura untuk menyatukan visi dan komitmen untuk mendorong peningkatan produksi hortikultura dalam negeri.
Secara khusus, wakil rakyat asal Provinsi NTT itu mendesak Direktorat Jendral Hortikultura Kementan untuk segera mendorong peningkatan produksi hortikultura yang bisa menjadi komoditas utama subsitusi impor melalui skema pilot project.
“Kita harus membuat pilot project. Hendak menanam produk apa, di mana akan ditanam, bibit/benihnya seperti apa, apakah lahannya berstatus aman, intervensi kebijakan apa yang harus dilakukan, serta berapa anggaran yang dibutuhkan. Untuk itu, dibutuhkan grand design pengembangan hortikultura yang komprehensif berdasarkan data objektif, pemetaan yang akurat dan kerja teknokratis yang konsisten,” tutupnya.(fri/jpnn)