Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Titik Nadir Demokrasi Indonesia Pasca-Pilpres 2019

Senin, 27 Mei 2019 – 18:50 WIB
Titik Nadir Demokrasi Indonesia Pasca-Pilpres 2019 - JPNN.COM
Warga menggunakan hak pilih di Pemilu 2019. Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

BACA JUGA: Jokowi Diminta Ambil Langkah Besar Peningkatan Kualitas SDM

Kampanye Politik dan Disrupsi Ruang Publik

Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana perwujudan demokrasi dalam sistem pemerintahan negara modern. Dari waktu ke waktu, konstelasi politik menjelang Pemilu selalu identik dengan kampanye. Pemilu dan kampanye politik adalah dua hal yang saling mengandaikan satu sama lain dalam komunikasi politik. Pemilu tanpa kampanye politik adalah buta, sedangkan kampanye politik tanpa Pemilu adalah nihil politik.

Strategi kampanye politik sendiri terbagi menjadi dua, yaitu positive campaign dan attacking campaign. Positive campaign biasanya dilakukan dengan cara menciptakan brand image terhadap tokoh tertentu agar tingkat akseptabilitas dan elektabilitasnya meningkat. Tujuan dari positive campaign adalah untuk menaikan akseptabilitas dan elektabilitas tokoh yang diusung. Sedangkan attacking campaign merupakan strategi politik untuk melakukan down grade terhadap akseptabilitas dan elektabilitas lawan politik. Kedua, untuk menurunkan akseptabilitas dan elektabilitas lawan politik politik.

Attacking campaign, dalam model kampanye politik dilakukan dalam dua bentuk yaitu negative campaign dan black campaign. Negative campaign bekerja dengan menyerang pihak lawan menggunakan data, isu, dan kelemahan lawan yang bisa diverifikasi oleh pihak lain. Sementara black campaign bekerja dengan cara menyerang pihak lawan menggunakan hoaks yang tidak bersumber pada fakta dan data yang valid.

Seiring dengan disrupsi media komunikasi publik, model-model kampanye sebagaimana disebutkan di atas pun mengalami ekspansi menuju kanal-kanal siber yang kemudian disebut sebagai ruang publik virtual oleh karena disrupsi media komunikasi publik.

Pada 1 April 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis jumlah hoaks dari Agustus 2018 hingga Maret 2019. Hasilnya menunjukkan bahwa dari 1.224 temuan, hoaks yang paling banyak beredar di media sosial adalah hoaks tentang pemilu dan propaganda pilpres 2019.

Data ini menunjukkan bahwa strategi kampanye politik pada Pilpres 2019 begitu sarat akan narasi-narasi anti-politik seperti haoks, propaganda, dan ujaran kebencian. Kenyataan inilah yang menyebabkan polarisasi dan ketegangan sebelum, saat, dan pasca Pilpres 2019.

Strategi kampanye politik sendiri terbagi menjadi dua, yaitu positive campaign dan attacking campaign. Positive campaign biasanya dilakukan dengan cara menciptakan brand image terhadap tokoh tertentu agar tingkat akseptabilitas dan elektabilitasnya mening

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close