Usai Bertemu Presiden, Kapolri Keluarkan Ancaman Lebih Keras
jpnn.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pengerahan massa dalam jumlah besar untuk memantau pemungutan suara dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tidak perlu dilakukan, termasuk yang disebut Tamasya Almaidah.
Kalaupun itu terjadi, jajaran Polda Metro Jaya telah mengantisipasi dengan mengeluarkan maklumat. Bahkan, para kapolda di Jawa dan Sumatera telah diberikan kewenangan oleh kapolri menggunakan diskresinya sesuai ketentuan undang-undang untuk pencegahan.
"Seluruh kapolda saya perintahkan kalau ada pengerahan massa untuk tujuan politik maka saya perintahkan ke mereka untuk mengecek, melakukan pemeriksaan tujuannya apa. Termasuk pemeriksaan senjata tajam," ujar Tito di Istana Merdeka, Senin (17/4).
Tito meminta masyarakat Jakarta maupun luar daerah menyerahkan proses Pilkada DKI pada mekanisme pemilu. Kalaupun tujuan Tamasya Almaidah untuk mengawasi, maka sudah ada Bawaslu, pengamat independen maupun media massa yang ikut mengontrol jalannya pilkada.
"Kalau sampai ada pengerahan massa yang terkesan intimidatif, maka polri sekali lagi dengan diskresinya dapat melakukan penegakan hukum. Bahkan dalam bahasa yang lebih tegas kita dapat amankan yang bersangkutan paling tidak 24 jam," tegas Tito, sesaat setelah bertemu Presiden Jokowi.
Apalagi, katanya, kalau sampai ada yang melakukan kekerasan pidana, membawa senjata tajam, melakukan intimidasi, itu semua ada ancaman pidananya.
"Kami bisa melakukan tindakan hukum ke mereka. Saya pikir kekuatan yang dikerahkan cukup besar lebih kurang 65 ribu. Di antaranya adalah 20 ribu dari kepolisian, 15 ribu dari TNI," ujar mantan Kepala Densus Antiteror 88 ini.
Selain itu ada pengamanan dari aparatur Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) Kementerian Dalam Negeri, dari pemerintah daerah maupun elemen masyarakat. Dengan kekuatan sebesar itu, Tito berharap Jakarta akan aman saat pilkada.