Warga Diaspora Memohon Kelonggaran Aturan Karantina Indonesia di Pandemi COVID-19
Namun, disiplin penggunaan aplikasi pelacakan Peduli Lindungi yang menurutnya masih "naik-turun" dan sistem QR code yang "tidak konsisten di tempat publik" menjadi permasalahan lain.
Apakah kebijakan karantina tujuh sampai 10 hari masuk akal?
Epidemiolog dari Griffith University, Dr Dicky Budiman, mengatakan situasi pandemi yang begitu dinamis dan tidak terprediksi bukanlah menjadi alasan jika kebijakan bisa diubah tiba-tiba.
"Untuk kebijakan penerapannya harus ada waktu … dan tentunya semua itu harus ada landasan yang kuat, bukan hanya karena misalnya di Amerika kasus COVID mengurang, kita ikut," ujarnya.
Menurutnya yang harus dilihat adalah kondisi pandemi di Indonesia sendiri selain juga pendekatan sains.
Dr Dicky mengatakan sebenarnya masa karantina 14 hari "menjadi sangat disarankan" bila melihat beberapa penelitian yang menyatakan masa inkubasi varian Omicron mencapai setidaknya lima sampai enam hari, dengan "97 persen data [orang yang terinfeksi] mulai menunjukkan gejala di hari ke-11 atau 12".
"Kalau pun sekarang misalnya dianggap akan diperpendek lagi, menurut saya harus ada penguatan," katanya.
Ini karena bila membicarakan ancaman, "kita harus betul-betul harus memperkuat respon, dalam hal ini karantina dan isolasi adalah setengah dari respon itu," ujar Dr Dicky.
"Tujuh hari boleh aja atau 10 hari, dengan catatan ada vaksinasi penuh bahkan booster dan dua tes negatif dalam 24 jam jeda menjadi sangat penting."