10 Warga Tangerang Meninggal karena HIV/AIDS
jpnn.com, TANGERANG - Sepuluh pasien RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, dinyatakan meninggal dunia karena dipicu HIV/AIDS. Kesepuluh warga itu meninggal dunia dalam kurun waktu Januari hingga November 2019 lalu dengan bawaan penyakit lain, hingga terjadi komplikasi. Penyakit yang paling menonjol adalah masalah pernafasan, yakni TB Paru.
Direktur RSUD Kabupaten Tangerang Naniek Isnaini mengatakan, berdasarkan data medis RSUD Kabupaten Tangerang dari periode Januari hingga November 2019, pihaknya menerima sebanyak 926 pasien pengidap HIV/AIDS, sedangkan total jumlah pasien yang meninggal dunia mencapai 10 orang.
“Ternyata berdasarkan data, hampir 60 persen dari 926 pasien HIV/AIDS berasal dari Kota Tangerang. Sementara 10 pasien HIV/AIDS yang meninggal, sesuai dengan kode etik, saya tidak bisa sebutkan berasal dari daerah mana. Yang pasti pasien itu meninggal pada tahun ini,” kata Naniek kepada wartawan di RSUD Kabupaten Tangerang, Kamis (19/12).
Menurut Naniek, peningkatan korban kasus HIV/AIDS ini disebabkan ketertutupan masyarakat. HIV/AIDS dianggap sebagai aib, sehingga penderita dan keluarga enggan melaporkan diri. Akibatnya, penderita HIV positif kerap tak tertolong.
“Enggak usah takut atau malu, karena dengan cepatnya pasien HIV/AIDS terdeteksi, maka potensi penularan dapat segera diputus,” tuturnya.
Naniek menjelaskan, untuk menangani pasien ODHA, RSUD Kabupten Tangerang memberikan dan menyediakan pelayanan HIV/AIDS kepada masyarakat secara komprehensif. Mulai upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Selain itu, RSUD Kabupten Tangerang juga telah membuka satu klinik khusus untuk melayani pasien ODHA, yaitu Klinik Teratai. “Setiap pasien yang datang ke RSUD Kabupaten Tangerang, baik untuk mendapatkan pelayanan tes HIV secara sukarela atau VCT (voluntary counseling and testing) maupun terapi ARV (antiretroviral), dapat dilayani lewat satu pintu di Klinik Teratai,” jelasnya.
Klinik khusus pasien ODHA itu, lanjut Naniek, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien HIV/AIDS. Selain itu, agar pasien terkait tidak merasa malu dengan pasien rawat jalan yang lain.