13 TKI Asal Aceh Tamiang Mengaku Kapok Kerja di Malaysia
Namun sayangnya, kata Waka Polsek, pasport asli mereka masih ditahan perusahaan tempat mereka bekerja, saat melarikan diri delapan TKI tidak membawa dokumen resmi.
"Mereka sudah bekerja di kebun sawit, upah tidak sesuai kesepatakan atau janji-janji disampaikan saudara H (agen) di Aceh yang memberangkatkan mereka. Kalau menurut perjanjian, misalnya untuk satu tandan sawit sekian, tapi sampai di sana yang mereka terima sangat tidak sesuai. Akhirnya mereka kembali ke Indonesia. Pasport asli mereka masih ditahan oleh perusahaan," terangnya.
Terkait dengan pengembalian pasport, kata Waka Polsek, biasanya lewat Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia.
"Ini sudah kita terima laporannya, selanjutnya minta Konjen untuk dapat meminta pihak perusahaan tempat para TKI bekerja untuk mengembalikan paspor, ini- kan kasihan mereka pak," kata Iptu Eeng kepada Haji Uma.
Dalam percakapan dengan Waka Polsek, Haji Uma meminta kesempatan untuk dapat berkomunikasi dengan salah satu TKI bernama Ano, warga Dusun Bandar Setia, Kecamatan Hulu, Aceh Tamiang.
Ano menyampaikan bahwa masih ada lima orang lagi warga Tamiang di perkebunan kelapa sawit tempat mereka bekerja sebelumnya bersiap untuk kabur. Namun, saat ini mereka masih memilih bertahan sambil menunggu kesempatan yang tepat untuk kembali ke Aceh.
Upah dijanjikan oleh pihak sponsor (agen) satu tandan kelapa sawit kalau dirupiahkan Rp 4.000, nyatanya sudah sampai di Malaysia, kerja selama tiga bulan besaran upah diterima hanya 30 sen satu tandan.
"Potong uang makan saja sudah habis, kami kerja cuman manen sawit, besaran upah tergantung ada yang 1000 ringgit ada yang 600 - 700 ringgit sebulan. Karena tidak sesuai makanya kabur, lima hari kami diperjalanan. Kami ada 13 orang dari Aceh Tamiang, yang kabur ada delapan, termasuk saya," ujarnya.