Akademisi Mengkritisi UU PSDN dan Komcad, Ada Kata Membahayakan
"Artinya, pembentukan Komponen Cadangan juga berpotensi kembali membentuk para milisi seperti yang terjadi di masa lalu, untuk berhadapan dengan mahasiswa atau masyarakat kita sendiri," ucap Fery.
Pada kesempatan yang sama, Junaidi Simun selaku peneliti CSRC UIN Jakarta menilai pengaturan dimensi ancaman di dalam UU PSDN terlalu luas, sehingga tidak fokus dan cenderung multitafsir.
Lalu, anggaran yang dialokasikan untuk pembentukan Komcad juga sangat besar, sekitar Rp 1 triliun per tahun. Dana itu menurut dia sebaiknya untuk kepentingan memajukan ekonomi, pendidikan dll.
"Dalam proses pembahasan UU PSDN ini juga sangat minim partisipasi publik, saya tidak mendengar civitas akademika di UIN ini diundang atau terlibat dalam pembahasan UU PSDN ini," ujarnya.
Kekhawatiran juga disampaikan peneliti Senior Imparsial Al Araf yang menilai proses pembentukan UU tersebut sangat minim partisipasi publik sehingga UU PSDN dipandang cacat formil.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu mengatakan dimensi dan kategori ancaman ancaman dalam UU PSDN juga terlalu luas, sehingga berpotensi digunakan untuk kepentingan politik tertentu.
"Kita ingat dahulu pemerintah menggunakan warga sipil untuk menghadapi kelompok sipil lain, seperti yang terjadi di Timor Leste. Komponen Cadangan juga berpotensi disalahgunakan sebagaimana yang terjadi di Timor Leste," kata Al Araf.
Dia lantas menyinggung keberadaan Pam Swakarsa yang pada 1998 dibuat untuk menghadapi para aktivis demokrasi. Serupa dengan itu, dia menilai Komcad berpotensi menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat karena ancaman yang luas.