Azan & Pengeras Suara
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDua kelompok ini hidup di wilayah yang berbeda sehingga tidak saling berinteraksi.
Namun, perkembangan penduduk yang pesat dan kebutuhan lahan perumahan yang tinggi membuat dua kelompok masyakatat itu bertemu dalam satu titik. Dalam pertemuan itu kedua kelompok berusaha mempertahankan idenitas sosial dan budaya masing-masing. Pada titik inilah terjadi beberapa ketegangan.
Pengeras suara yang kencang di masjid menjadi semacam penegas identitas kelompok paguyuban yang ingin mempertahankan eksistensinya di tengah gempuran perubahan sosial yang serbacepat. Sementara kelompok patembayan yang muncul sebagai pendatang, ingin mempertahankan privilege sosial dan ekonominya sebagai masyarakat eksklusif.
Pembatasan penggunaan pengeras suara di masjid lebih banyak didasari oleh motivasi politik ketimbang motivasi sosial-keagamaan. Aturan ini akan menjadikan kelompok paguyuban tradisional makin terdesak dan merasa makin dikalahkan.
Alih-alih menyelesaikan masalah, pembatasan ini akan menimbulkan ketegangan baru. Aturan ini akan menjadi semacam demarkasi baru yang mempertegas segregasi sosial di antara kelompok-kelompok itu. (*)