Cari Celah Aturan untuk Bantu Siswa dari Keluarga tak Mampu
Berdasarkan catatan Radar Madiun, kengototan pemkot merealisasikan pembiayaan SMA dan SMK semata-mata agar program wajib belajar (wajar) 12 tahun sejak 2013 silam tetap berjalan.
Sebab, pasca pengelolaan pendidikan menengah atas (PMA) diambil alih urusannya oleh pemprov, program tersebut terancam tersendat.
Pemkot maupun DPRD setempat merasa jika kebijakan yang diberlakukan pemprov itu justru membelenggu peserta didik dari keluarga kurang mampu.
Misalnya soal pembatasan kuota siswa miskin yang hanya 8 persen dari pagu setiap sekolah. Serta masih banyak ditemui wali murid yang enggan membayar karena merasa akan dibayari pemkot.
Sekolah akhirnya terpaksa meminjam uang dari koperasi untuk menutupi biaya operasional yang seharusnya di-cover sumbangan pendanaan pendidikan (SPP).
‘’Soal anggaran kami mampu. Selain itu, kebijakan pimpinan untuk meneruskan program wajar 12 tahun sudah bulat,’’ ujar Rusdianto.
Penetapan petunjuk teknis (juknis) PPDB SMA dan SMK oleh pemprov yang membatasi kuota siswa miskin hanya 8 persen juga disesalkan Sekda Maidi.
Menurut Maidi, kebijakan tersebut justru berpotensi menambah jumlah anak putus sekolah (APS) di Kota Madiun. Sebelum kewenangan SMA dan SMK beralih ke provinsi pada Januari 2017, pemkot menerapkan pendidikan gratis 12 tahun.