Catatan Kritis Demokrat di RUU Ciptaker: Hak Buruh hingga Kemudahan Tenaga Kerja Asing
“Mengapa? Pertama wibawa konstitusi dilecehkan dengan adanya aturan yang bertentangan dengan putusan MK dan dihidupkannya aturan kolonial di sektor perburuhan dan pertanahan,” kata Hinca.
Kedua, lanjut dia, RUU Ciptaker akan memberi legalitas bagi pemerintahan yang sentralistik. Dengan memberikan kewenangan terlalu besar bagi pemerintah pusat, akan menjadikannya superior dibanding kekuasaan legislatif, yudikatif dan pemda.
“Padahal, tujuan RUU ini adalah untuk mengefektifkan birokrasi, tetapi aturan terbaru ini justru akan makin merumitkan proses birokrasi karena tidak adanya kepastian dan kejelasan hukum dalam perizinan berusaha,” paparnya.
"Berdasar argumentasi dan catatan penting di atas maka izinkan kami FPD menyatakan menolak RUU Tentang Cipta Kerja,” kata Hinca.
FPD menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalamn dan komprehensif. “Kita tidak perlu terburu-buru,” tegasnya.
Hinca menyarankan dilakukan pembahasan yang lebih utuh dan melibatkan stakeholder yang berkepentingan. “Ini penting agar produk hukum yang dihasilkan RUU Ciptaker ini tidak berat sebelah, berkadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya,” ungkap legislator Dapil III Sumatera Utara itu.
Supratman Andi Agtas langsung merespons. Ia mengatakan pada dasarnya menghargai pendapat FPD. Namun, Supratman ingin mengklarifikasi berbagai hal dari pandangan mini yang disampaikan FPD tersebut.
Pertama, kata Supratman, terkait transparansi pembahssan RUU Ciptaker. Menurutnya, dari awal Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya sudah menyampaikan bahwa pembahasan bisa disaksikan seluruh rakyat Indonesia.