Cendekiawan NU Ini Ingatkan Polisi Jangan Jadi Alat Politik
jpnn.com, JAKARTA - Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU) Ulil Abshar Abdalla mengingatkan perlunya gerakan sipil atau civil society untuk mengoreksi demokrasi agar berjalan sesuai amanat reformasi 1998. Hal ini agar Indonesia tidak mengalami mimpi buruk seperti pada masa orde baru (Orba) dulu.
"Bahwa demokrasi ini jalan panjang dan butuh kesabaran. Untungnya demokrasi itu menyediakan bagi kita mekanisme untuk mengoreksi secara reguler," ujarnya di kanal YouTube Bravos Radio Indonesia.
Menurutnya, perbedaan mendasar saat ini dengan era Orba dulu adalah bahwa pada saat Orba tidak tersedia mekanisme koreksi secara internal dalam sistem itu sendiri.
"Kita sekarang punya mekanisme itu, cuma yang membuat saya sedih sekarang adalah polarisasi karena media sosial. Ini perkembangan baru yang menurut saya belum pernah kita alami," ujar tokoh Islam liberal di Indonesia ini.
Menurutnya, gerakan civil society penting untuk mengoreksi agar jangan hanya memotong birokrasi yang panjang di era orba tetapi mengorbankan institusi penting warisan reformasi.
"Artinya birokrasi yang panjang itu dipotong tetapi sambil memotong institusi warisan reformasi yang penting seperti KPK kemudian Mahkamah Konstitusi, polisi, yang mestinya independen sekarang menjadi alat politik ya. Ini berbahaya lho," sergahnya.
Kepolisian yang seharusnya independen kemudian menjadi alat politik dan juga alat kekuasaan. Menurutnya, hal itu menyeramkan.
"Sekarang polisi menjadi alat politik dan apa yang ditulis media masa sekarang itu belum cerita seluruhnya. Sebenarnya kalau kita mau mengungkap sebetulnya cerita-cerita yang jauh lebih seram lebih banyak. Bagaimana polisi sekarang menjadi alat kekuasaan," tegasnya.