DPD: Ambivalen Desa Terjadi karena UU
Senin, 16 Januari 2012 – 22:45 WIB
Sejak UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah berlaku, menurut pimpinan DPD, kemandirian desa menjadi bahan perdebatan dan tuntutan. “Apakah yang disebut otonomi desa adalah ‘otonomi asli’ sebagaimana prinsip UU 32/2004 atau otonomi yang didesentralisasikan seperti otonomi daerah? Banyak kalangan berpandangan bahwa otonomi desa berdasarkan otonomi asal. Berarti desa mengatur dan mengurus sendiri sesuai dengan kearifan dan kapasitas lokal tanpa intervensi dan tanggung jawab negara,” ungkap La Ode Ida.
Pimpinan DPD mencatat beberapa pertanyaan, seperti apa prinsip yang sebaiknya dimasukkan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, bagaimana menyinergikan pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa sebagai suatu kesatuan utuh untuk mempercepat pembangunan desa, serta bagaimana nasib kabupaten, kota, terlebih desa, yang usianya ratusan tahun atau melebihi usia negara Republik Indonesia, ujarnya.
Selain itu, La Ode juga mempertanyakan bagaimana memulihkan dan memperkuat basis penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat desa yang mengalami involusi, dan mengapa peran pelaku di desa (pemerintahan desa, swasta, dan masyarakat) belum optimal mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, serta bagaimana meningkatkan peran pemerintahan desa sebagai ujung tombak pemerintahan di atasnya dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan perberdayaan masyarakat, ujar La Ode Ida.