DPR Tegaskan Tugas BPS Ngumpulin Data, Bukan Putuskan Impor
Oleh sebab itu, Heri meminta BPS lebih fokus dalam mempertanggungjawabkan data yang dimilikinya. Sehingga data tersebut bisa dikoordinasikan dengan lembaga lain sebagai dasar memutuskan kebijakan. Terlebih data BPS ini juga menimbulkan pertanyaan besar lantaran produksi surplus ini malah menunjukkan adanya indikasi kesalahan kebijakan dalam impor beras yang dilakukan pemerintah.
“Sebab surplus ini sejatinya menunjukkan bahwa produksi petani mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga tidak impor. Kalau sinkron (red.produksi beras surplus) berarti ada data keliru kok ada impor,” tutur dia.
Makanya, sambung Heri, ketimbang memicu polemik baru lagi di publik, BPS harus bersinergi dengan Kemendag, Kementan, Bulog dan instansi pemerintah lainnya. Sebab pada akhirnya, data BPS ini jadi pijakan pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan seperti dalam importase pangan.
“Langkah BPS mengumbar data ke publik dan memberikan penekanan pada kebijakan hanya berpotensi memicu polemik baru di ruang publik,” tegasnya.
“Bagi saya itu informasi (red.produksi beras surplus) positif. Kita bersyukur untuk itu. Cuma akan lebih baik kalau BPS sinergikan dengan kementarian dan lembaga lainnya,” imbuhnya.
Karena itu, Heri berharap hal seperti itu agar bisa saling koreksi, sehingga akhirnya kan pemerintah nyaman dalam memutuskan kebijakan.
Hal senada dilontarkan Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin. Menurutnya, harusnya BPS hanya berbicara dalam tataran pengumpulan data. Tidak kemudian ikut memberikan pembenaran terhadap kebijakan impor beras yang diambil pemerintah.
“Tidak etis BPS bicara perlu tidaknya impor. BPS itu cukup berbicara bahwa data dia bisa dipercaya dengan menggunakan teknologi yang meyakinkan kita semua bahwa (data) BPS itu benar,” katanya.