Eks Menkeu: Soeharto Saja Marah Melihat Kasus BLBI
Fuad pernah menjabat Menkeu pada saat krusial yakni pada 16 Maret – 21 Mei 1998 saat BLBI dikucurkan untuk menalangi bank-bank yang terkena rush masyarakat.
Kepada Pansus BLBI DPD RI, Fuad Bawazier mengaku bahwa pernah menulis surat kepada Presiden Soeharto untuk meminta tindak lanjut laporan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dari Rp 109 triliun penyaluran tersebut hampir 50 persen diberikan kepada dua bank yakni BDNI dan Bank Danamon.
Dari jumlah itu, BDNI mendapatkan pinjaman sebanyak Rp 27,6 triliun dan Bank Danamon sebanyak Rp 25,8 triliun.
“Namun, Tim Audit Internasional melaporkan, aset BDNI setelah pemeriksaan hanya Rp 5,9 triliun dan Bank Danamon hanya Rp 13,3 triliun. Jadi, pada saat itu saja, hanya untuk 2 bank tersebut pemerintah harus menanggung kerugian sebesar Rp 85 triliun dari jumlah Rp 48,2 triliun ditambah Rp 37,3 triliun,” ujar Fuad Bawazier.
Menurut Fuad, BLBI sebetulnya terang-terangan membuat perbuatan kriminal karena pada saat itu bank-bank melakukan penyimpangan.
Misalnya, Bank Danamon dan BDNI menggunakan skema ambil kredit terhadap banknya sendiri dengan memanfaatkan karyawan tukang parkir dan sebagainya. Dua bank tersebut bersaing dalam kejahatan.
“Atas kejadian itu harusnya BI mengambil tindakan namun ada pertimbangan besar karena atas dasar takut turunnya kepercayaan masyarakat. Karena pertimbangan tersebut BI mengambil tindakan untuk menalangi bank-bank itu. Kalau melihat tanggapan Presiden Soeharto pada saat itu sangat marah melihat kasus BLBI ini. Sampai merespons orang itu baiknya kirim ke Nusa Kambangan saja,” papar Fuad.