Emil Salim: Penerapan Normal Baru Harus Dilakukan Lebih Frontal
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Emil Salim mengatakan dampak COVID-19 bukan hanya terkait masalah kesehatan, tetapi juga masalah-masalah lain, sehingga penerapan normal baru seyogyanya tidak dilakukan dengan cara biasa seperti kemarin-kemarin, tetapi harus lebih frontal.
"Bahwa ada hal-hal yang perlu kita tangani lebih frontal, masalah kemiskinan, masalah ketertinggalan infrastruktur dan masalah-masalah sebagai-sebagainya," kata Emil dalam diskusi webinar bertajuk, Polemik: Sains, COVID-19 dan Komunikasi Publik yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat 9, di Jakarta, Jumat (3/7).
Ia mengatakan dampak virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19, mengakibatkan pola hidup social distancing atau menjaga jarak membawa pengaruh kepada social change atau perubahan sosial.
Oleh karena itu, kebijakan tatanan normal baru sepatutnya tidak dilaksanakan dengan langkah seperti yang dilakukan sebelum ada COVID-19 dan tidak hanya mengedepankan pendekatan dari sisi kesehatan, tetapi juga mencakup semua sektor yang menopang kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, para ilmuwan, tidak hanya ilmuwan di bidang kesehatan, tetapi ilmuwan dari bidang-bidang lainnya, diajak untuk memahami bahwa pandemi COVID-19 bukan sekadar terkait masalah penyakit, masalah kesehatan, tetapi juga mencakup aspek lain yang membawa dampak sosial lebih besar.
Untuk itu, di dalam perkembangan penanganan ke depan, sangat penting untuk dipahami oleh semua ilmuwan bahwa persiapan normal baru tidak memerlukan cara-cara lama seperti 2019 atau dengan cara-cara yang biasa-biasa saja, tetapi harus lebih frontal, mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
"DPR harus paham bahwa masyarakat 2020 setelah COVID-19 tidak sama dengan kebutuhan masyarakat 2019. Karena itu bermacam-macam persiapan perundang-undangan. Kemarin itu Minerba (Pertambangan Mineral dan Batubara), keliru kalau menganggap bahwa minerba meneruskan 2019. No, 2020 lain. Keliru kalau menganggap bahwa UU Cipta Kerja seperti cipta kerja meneruskan 2019. No, salah. Ada perbedaan, perubahan di dalam hal ini," katanya.
Untuk itu, ia mengajak pemerintah untuk membuat langkah-langkah penyesuaian yang lebih efektif sesuai dengan kondisi yang ada setelah pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia.