Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna
Senin, 28 Mei 2012 – 05:25 WIB
Karena itu, warga melalui YLBHI menggugat perpres tersebut. Namun, kalah. Akhirnya warga menerima skema tersebut. Hanya, pelaksanaan ganti rugi ternyata tak lancar. Bahkan, setelah enam tahun berselang, masalah tersebut belum beres juga. Dengan didera kesulitan hidup yang semakin parah, mayoritas korban lumpur Lapindo yang berada dalam kawasan peta terdampak menerima penyelesaian dengan skema Perpres No 14 Tahun 2007.
Sekelompok korban lumpur Lapindo yang tinggal di pengungsian Pasar Baru Porong dan beberapa individu tak terorganisasi menolak skema pembayaran yang tertuang dalam Perpres No 14 Tahun 2007. Para pengungsi yang tinggal di Pasar Baru Porong itu membentuk wadah Peguyuban Rakyat Renokenongo Menolak Kontrak (Pagar Rekontrak).
Mereka melakukan perlawanan dengan menolak pemberian uang kontrak rumah yang diberikan oleh PT Lapindo Brantas. Alasannya, dengan menerima uang kontrak, mereka akan hidup tercerai berai di berbagai tempat. Dengan tercerai berai, konsolidasi kekuatan untuk melakukan perjuangan bersama akan semakin sulit. Selain itu, dengan menerima uang muka 20 persen, dana itu tak cukup untuk menata hidup secara lebih baik. Apalagi, pembayaran 80 persen dilakukan 23 bulan berikutnya sejak uang kontrak diberikan.