Fahri Hamzah Setuju Amendemen Konstitusi
jpnn.com, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah setuju amendemen kelima UUD NRI 1945. Menurut dia, masih banyak hal yang harus diperbaiki di dalam konstitusi itu. "Kalau mau amendemen konstitusi saya setuju," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11).
Fahri mengatakan salah satu tujuan amendemen adalah menuntaskan persoalan terkait kamar legislatif yang masih tidak jelas diatur di dalam konstitusi. "Di konstitusi kita ini masih banyak yang tidak jelas," tegasnya.
Misalnya, Fahri mencontohkan, apa beda antara dewan dan majelis. Apa beda antara DPD, DPR dan MPR. Menurut dia, persoalan ini saja masih belum dituntaskan.
"Kita memakai istilah parlemen padahal istilah parlemen tidak ada di dalam undang-undang apa pun, tetapi kawasan ini disebut kawasan apa," ujarnya.
Politikus dari Nusa Tenggara Barat itu menyebut kalau sistem di negara lain, kawasan ini disebut majelis. Tidak bisa disebut kawasan DPR. "Ini kawasan majelis sebab yang punya rumah besarnya itu atau yang di dalamnya ada dua kamar itu majelis. Makanya kalau di depan itu warisan dari dulu MPR/DPR/DPD," ungkapnya.
Salah satu inisiator Partai Gelora ini juga heran ada lembaga sebesar DPD tetapi tidak memiliki kewenangan pasti yang diatur di konstitusi. "Ini kan tidak ada. Regulasi tidak punya hak, anggaran tidak punya hak, pengawasannya rekomendasi-rekomendasi terus," paparnya.
Tidak hanya kamar legislatif. Fahri menuturkan untuk kamar eksekutif juga seharusnya bisa memperkuat presidensialisme. Ia menjelaskan termasuk di antara presidensialisme itu adalah bagaimana presiden mengelola daerah. "Karena sekarang ini bupati merasa lebih hebat dari presiden, gubernur juga merasa, "kan sama-sama dipilih rakyat pak" katanya begitu," ujarnya.
Nah, kata dia, persoalan seperti ini harus didesain dengan baik. Karena itu, Fahri mengusulkan untuk pemilihan nanti lebih kepada perubahan cara memilih dengan