FGD Nagara Institute: Distribusi & Regulasi Subsidi jadi Kunci Ketersediaan Pupuk
- Selalu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani
- Tingginya impor pangan akhir-akhir ini terutama beras
- Perkembangan kondisi pertanian dan pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan
- Restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan
- Subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.
Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat perdana calon presiden peserta Pilpres 2024 pada 12 Desember 2023 lalu dan debat kedua calon wakil presiden pada 21 Januari 2024.
Akbar menyebutkan, momentum yang baik ini perlu dimanfaatkan agar pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 mendatang dapat memberi solusi konkret atas permasalahan ketersediaan pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan sebagai pondasi tercapainya Indonesia Emas 2045.
Dalam FGD itu, para pakar yang menjadi pembicara ataupun penanggap menyoroti persoalan subsidi pupuk yang tidak efektif dan sangat rawan penyelewengan.
Salah satu perwakilan petani, Surya, mengeluhkan bahwa harga jual produk pertanian pangan yang fluktuatif dan cenderung terlalu rendah.
Dia mengatakan bahwa hal ini memengaruhi porsi keuntungan yang didapatkan oleh petani.
“Kami sebagai petani merasa tidak diuntungkan dengan harga jual produk pertanian yang tidak stabil. Kadang-kadang harga terlalu rendah, sehingga kami rugi. Padahal, kami sudah mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk, benih, dan lain-lain. Kami berharap ada kebijakan yang dapat menjamin harga konsumen dan penyerapan produk pertanian, sehingga kami dapat sejahtera,” ujar Surya.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Nu’man Abdulhakim yang menjadi pembicara dalam diskusi itu menanyakan, apakah kebijakan tambahan subsidi pupuk sesuai dengan kebutuhan petani atau tidak.
Persoalan itu ditambah dengan ada kekhawatiran potensi kebocoran anggaran subsidi pupuk yang lebih besar.