Gempa dan Tsunami Dahsyat itu Masih Terus Terbayang
jpnn.com - Rezha Tioriswana menjadi salah satu saksi betapa dahsyatnya gempa dan tsunami di Palu yang menelan ribuan korban jiwa itu. Bagaimana upaya pemuda 27 tahun tersebut menyelamatkan diri?
DILA RAHMATIKA, Madiun
PANDANGAN mata Rezha Tioriswana fokus pada sebuah lubang di meja biliar. Setelah sejenak memainkan di sela jemari tangan kirinya, dia mendorong stick dengan kekuatan terukur hingga bola masuk mulus ke lubang yang dibidik.
Saat itu waktu menujukkan pukul 17.00. Mendadak Rezha merasakan getaran kecil di lantai arena biliar yang dipijaknya. Namun, dia tidak begitu menghiraukannya.
Tepat pukul 18.02, tiba-tiba tanah berguncang hebat ke atas dan bawah. Sontak semua orang dalam ruangan tersebut semburat berlarian keluar gedung. Saat berlari di depan masjid tak jauh dari arena biliar, Rezha terjatuh hingga luka lecet di bagian sikut dan lutut.
Pemuda 27 tahun itu berusaha berdiri, namun kembali terempas ke tanah saking hebatnya getaran. ‘’Seperti orang terombang-ambing di trampolin (alat untuk melompat-lompat, Red),’’ kata Rezha mengenang gempa yang memorakporandakan Palu pada 28 September lalu.
Gempa hebat itu sejatinya hanya berlangsung singkat, sekitar 15 detik. Meski begitu, kekuatannya mampu meluluhlantakkan berbagai bangunan. Beruntung, konstruksi gedung kantornya yang sekompleks dengan arena biliar itu cukup kokoh. Maklum, peninggalan Belanda. ‘’Alhamdulillah bangunan nggak roboh, karyawan selamat,’’ ujarnya.
Berbeda dengan lingkungan di luar bangunan kantor Rezha. Gedung-gedung ambruk, jalanan terbelah, dan lumpur menyemburat keluar.