Hery Susanto: Direksi BPJS Kesehatan Sebaiknya Mundur
jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) Hery Susanto menolak rencana BPJS Kesehatan melibatkan peserta untuk mendanai biaya perawatan (cost sharing) penyakit yang butuh perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik). Tercatat ada delapan penyakit kronis yang pembiayaannya akan ikut ditanggung oleh peserta BPJS Kesehatan yakni penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia, dan hemofilia.
“Pembebanan biaya untuk penyakit kronis kepada peserta BPJS merupakan bentuk ketidakmampuan jajaran direksi BPJS kesehatan dalam mengelola JKN,” ujar Hery Susanto dalam keterangan tertulisnya diterima Minggu (26/11).
Hery menilai wacana kebijakan itu telah melanggar UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Karena itu, Kornas MP BPJS mendesak agar seluruh Direksi BPJS Kesehatan mempertanggung jawabkan diri kepada Presiden RI dan rakyat Indonesia, dengan menyatakan mundur dari jabatannya yang diamanahkan.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup menguras kantong BPJS Kesehatan.
Menanggapi hal itu, Hery menolak alasan Dirut BPJS Kesehatan itu. Menurut dia, merujuk UU No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 22 ayat (1) diamanatkan "Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan."
Ayat (2) menyebutkan "Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya."
Dari dua ayat dari UU SJSN, BPJS kesehatan wajib melayani seluruh peserta JKN atas seluruh jenis pelayanan kesehatan termasuk kuratif, dan urun biaya bisa dikenakan bila ada penyalahgunaan pelayanan.
“Jika penderita katastropik harus urun biaya maka wacana kebijakan BPJS Kesehatan melanggar Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),” katanya.