Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Hidup di Bui

Jumat, 10 September 2021 – 13:45 WIB
Hidup di Bui - JPNN.COM
Suasana di Lapas Tangerang, Rabu (8/9) sore. Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

jpnn.com - Masuk gemuk pulang tinggal tulang..

Penggalan bait lagu "Hidup di Bui" itu populer pada dekade 1980-an. Dinyanyikan oleh grup band D’Lloyd, lagu itu bercerita mengenai kondisi buruk di penjara.

Saking buruknya kondisi penjara, sampai digambarkan narapidana menjadi kurus kering tinggal tulang ketika keluar dari penjara.

Kondisi Lapas Tangerang sekarang, mungkin, tidak seburuk yang digambarkan D’Lloyd. Mungkin tidak ada narapidana yang keluar dari penjara Tangerang tinggal tulang.

Namun, tragedi kebakaran LP Tangerang--yang mengakibatkan 44 orang narapidana tewas terpanggang--mengungkit kembali memori buruk yang digambarkan lagu "Hidup di Bui".

"Hidup di bui bagaikan burung, Bangun pagi makan nasi jagung, Tidur di ubin pikiran bingung, apa daya badanku terkurung. Terompet pagi kita harus bangun, makan diantri nasinya jagung, tidur di ubin pikiran bingung, apa daya badanku terkurung."

‘’Oh kawan, dengar lagu ini, hidup di bui menyiksa diri, jangan sampai kau mengalami, badan hidup terasa mati. Apalagi penjara Tangerang, masuk gemuk pulang tinggal tulang, karena kerja secara paksa, tua muda turun ke sawah’’.

Konon itu adalah versi asli lagu yang diciptakan oleh almarhum Bartje van Houten. Rezim Orde Baru marah oleh lirik lagu itu dan melarang peredarannya. Pencekalan dicabut setelah D’Lloyd merevisi bagian akhir bait lagu itu. ‘’Penjara Tangerang’’ diganti dengan ‘’Penjara zaman Jepang’’. Namun, versi asli lagu itu masih sering beredar diam-diam dalam bentuk kaset.

Kalau peristiwa kebakaran seperti Lapas Tangerang ini terjadi di negara lain, sudah pasti menterinya mundur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close