Hukum Berhubungan Badan di Waktu yang Terlarang
jpnn.com - Dalam aturan agama bagi manusia yang ingin terus menjalankan kelangsungan hidup dengan berpasangan maka harus melalui jalan pernikahan.
Hukum pernikahan adalah mubah (boleh) selama tidak ada ketentuan syariat yang melarangnya.
Namun, menurut pandangan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam kitab Dhaul Misbah dengan menukil pendapat Imam Abu Ishak as-Syairazi dan beberapa ulama lainnya, status hukum pernikahan menjadi sunah bagi orang yang ingin melakukan jimak (bersenggema), mampu membayar mas kawin, dan memberikan nafkah.
Bahkan status hukumnya menjadi wajib ketika menjadi sarana untuk menghindari perzinahan, seperti pemerkosaan, free sex, prostitusi, dan sebagainya.
Lalu apa hukumnya bersenggama dengan pasangannya (suami-istri) saat malam takbir hari raya?
Pada dasarnya setelah menjalin hubungan pernikahan antara kedua pasangan maka dihalalkan kapan saja bagi keduanya untuk melakukan jimak atau berhubungan badan.
Akan tetapi, ada pengecualian, bahwa syari’at melarang melakukan jimak pada waktu dan hari tertentu saja.
Waktu dan hari tersebut yaitu; pertama, ketika sedang melaksanakan ibadah puasa dari fajar sampai maghrib sebagaimana dalam kitab Shahih Bukhori no.1936 dan Muslim no.111, yaitu ketika ada seorang sahabat yang mengadukan kepada Nabi Shallahu alaihi wassalam tentang dirinya yang melakukan hubungan dengan istrinya ketika sedang berpuasa.